Banyak pengunjung memenuhi meja-kursi kayu yang menyebar di sudut-sudut, sebagian duduk di bar sembari menyaksikan para barista meracik kopi. Saya berada di antara pengunjung yang ada di bar. Memesan cocktail Sesongot yang menjadi best seller karena rasanya yang khas, segar, asam, dan rasa apelnya yang kuat.
Mengetahui saya datang sendiri, para barista yang baik itupun mengajak bergurau, mengenalkan berbagai jenis kopi, menunjukkan cara menyeduhnya, dan memberikan segelas kecil nitro coffee secara cuma-cuma. Menyenangkan sekali, sampai lupa bahwa hari sudah sore dan perut terasa lapar.Â
Gegarang Resto-Ikan Nila Masam Jing
Atas rekomendasi barista Galeri Kopi Indonesia, saya pun mampir ke Gegarang Resto. Memesan Ikan Nila Masam Jing, kuliner khas Gayo yang wajib dicoba. Paduan bumbu rempahnya, menghasilkan rasa yang khas, asam, pedas, dan segar. Cocok di lidah saya.
Satu porsinya dihargai Rp 30.000. Selain ikan nila, ikan tawar lainnya seperti gurami, depik, lobster, dan telur, juga dimasak dengan asam jing. Jangan lupa juga, coba tumis daun jipan, rasanya unik sekali.Â
Sore menjelang, Takengon semakin dingin. Saya memutuskan untuk langsung ke penginapan murah di bagian utara Danau Lut Tawar. Siapa sangka, penginapan murah seharga Rp 200.000 per malam ini memiliki rooftop dengan view Danau Lut Tawar yang memukau.Â
Puas menikmati senja, saya langsung istirahat, menyimpan energi untuk esok hari.Â
Pantan Terong
Hari kedua di Takengon. Pagi-pagi buta, saya mengendarai motor sewaan, menembus kabut dingin yang membuat kaku jemari tangan, melintasi jalan berkelok menanjak menuju Pantan Terong.