Mohon tunggu...
Korudo Kiraru
Korudo Kiraru Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Subject 09 - Prolog - Goddamned Interrogation

26 Januari 2016   15:59 Diperbarui: 26 Januari 2016   17:25 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tetapi kau tahu apa yang menarik dari kejadian ini? Sehari setelah Kampung Rimbun menjadi kolam darah, pemerintah segera meresponnya dengan pernyataan yang sangat mengejutkan. Mereka dengan serta-merta menuduh bahwa pembantaian dilakukan oleh kelompok ekstremis Laskar Pembebasan karena Laskar Pembebasan merasa warga Kampung Rimbun telah banyak melakukan kemaksiatan! Semua berita menayangkan hal yang sama, tanpa ada yang mau menglarifikasi kabar tersebut. Semua orang digiring untuk membenci Laskar Pembebasan tanpa tahu kebenaran yang sebenarnya," jelas sang pria begitu panjang.

"Kau! Kau adalah antek Laskar Pembebasan yang hendak membalas dendam kepada pemerintah, bukan begitu!?"

"Ha! Satu bukti lagi bahwa kau sama sekali tidak pantas menyandang gelar sebagai investigator atau interogator atau apalah itu namanya. Well, aku bukan anggota Laskar Pembebasan, simpatisan pun tidak. Kalau kau jeli, aku justru pernah membunuh beberapa orang dari mereka. Aku hanya ingin menunjukkan keanehan dari insiden di Kampung Rimbun yang menurutmu dilakukan oleh kelompok teroris tersebut.

"Begini, pemerintah mengatakan bahwa semua dilakukan oleh Laskar Pembebasan, bukan begitu? Well, aku tak bisa menyangkal bahwa ada beberapa dari mereka yang mengikuti latihan paramiliter di Timur Tengah dan Densus AT-13 pun menemukan beberapa pucuk senjata api di rumah para terduga teroris. Tetapi ... kalian pikir masyarakat Indonesia mudah dibodohi seperti yang kalian kira?

"Aku mengecek semua identitas para terduga teroris yang kalian tangkap dan catatan transaksi senjata api mereka di black market. Kalian tahu apa yang kutemukan? Mereka hanya membeli senjata api rakitan berkualitas rendah dengan kaliber yang lebih kecil daripada SSX-1. Aku membeli senjata-senjata ini dan mencobanya. Hasilnya? Baru kupakai sebentar sudah macet dan beberapa diantaranya rusak ketika kugunakan pada modus full-automatic. Sangat berbeda dengan suara rentetan tembakan yang terjadi di Kampung Rimbun, menyerupai suara SSX-1 pun tidak.

"Disamping itu, selain diameternya lebih kecil, amunisi yang mereka gunakan juga bukan diproduksi oleh PT. Pindad sebagaimana yang telah kusebutkan tadi. Dan di sinilah pertanyaanku: kita semua tahu bahwa para pembunuh itu menggunakan senjata dan amunisi buatan PT. Pindad, lalu mengapa kelompok teroris yang kalian tuduh tidak memiliki barang bukti tersebut? Jadi siapa sebenarnya orang-orang yang telah melakukan pembantaian? Jawabannya mudah: institusi pemerintah-lah yang telah melakukan pembantaian. Entah polisi, entah TNI, entah intelijen.


"Kau pikir siapa lagi yang bisa memiliki senjata buatan PT. Pindad? Kau tahu bahwa regulasi kepemilikan senjata semakin diperketat, dan PT. Pindad telah mendedikasikan dirinya khusus untuk pemerintah, artinya tidak sembarang orang bisa memegang produk-produknya! Ha! Checkmate, dude! Haha!"

Keadaan menjadi sangat hening. Si kepala investigator pun terduduk lemas di kursinya. Kehabisan kata-kata. "Diamlah kau, bajingan ... " itu adalah rangkaian kata terbaiknya pasca diskakmat oleh sang pria.

"Orang awam mungkin takkan melihat keganjilan tersebut. Tetapi untuk orang-orang sepertiku, semuanya mampu kuterawang dengan jelas. Kalian--orang-orang pemerintah--benar-benar sambil menyelam minum air. Kalian tahu bahwa warga di Kampung Rimbun hanya memenuhi ibukota, jadi kalian membantai mereka, kemudian menuduh Laskar Pembebasan untuk melakukan drama yang kalian sebut-sebut dengan judul war on terror! Hahaha, betapa konyolnya kalian!" Tukas sang pria.

Keadaan semakin senyap setelah percakapan benar-benar didominasi oleh sang pria. Kedua tukang pukul pun kembali ke tempat mereka mengawal si kepala interogator. Tak ada pertukaran kalimat sesaat setelahnya, masing-masing orang saling memutar otak.

"Meh, menurutmu kau hebat dengan semua analisismu itu?" Si kepala interogator kembali angkat suara. "Memangnya kenapa jika kami membantai orang-orang di Kampung Rimbun? Mereka hanya memenuhi ibukota dan hampir semua terlibat dalam kriminalitas. Orang-orang seperti itu sama saja dengan sampah, tak ada artinya, hanya menjadi pengganggu untuk masyarakat yang ingin hidup tenteram," ucapnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun