Tragedi meninggalnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang tewas terlindas kendaraan taktis Brimob, memperlihatkan adanya kelemahan serius dalam pengendalian massa. Aparat kepolisian, khususnya Polri dan Brimob, terlihat tidak mampu membedakan antara :Â
demonstran yang menyampaikan aspirasi secara damai, provokator yang menunggangi aksi, serta penyusup yang justru merusak perjuangan demonstrasi dengan tindakan anarkis.
Kelemahan ini menunjukkan minimnya profesionalisme dalam manajemen massa. Padahal, UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dengan tegas mengatur bahwa :
Peserta demo wajib mengikuti prosedur dan menjaga ketertiban,
Aparat keamanan berkewajiban mengamankan jalannya aksi, melindungi peserta, serta memastikan tidak ada pihak ketiga yang menyusupi.
Namun faktanya, aparat justru menyerang secara membabi buta tanpa membedakan pihak yang terlibat. Hal ini tidak hanya melanggar prosedur hukum, tetapi juga berpotensi menimbulkan korban jiwa dan kerusuhan lanjutan.
2. Pelanggaran Prosedur dan Hukum oleh Aparat
Kematian Affan Kurniawan merupakan bukti nyata adanya pelanggaran prosedur dalam penggunaan kekuatan negara. Berdasarkan analisis :
UU No. 9 Tahun 1998, Pasal 7, Pasal 13 ayat (2) dan (3) aparat wajib mengamankan, menertibkan, dan melindungi.
Perkap No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan oleh Polri setiap tindakan harus menjunjung asas nesesitas, proporsionalitas, dan akuntabilitas.
UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 9 hak hidup warga negara tidak boleh dirampas secara sewenang-wenang.