Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Ketika Demo Menjadi Sorotan Media Asing, Apa Jadinya?

1 September 2025   12:45 Diperbarui: 1 September 2025   12:45 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Demo Menjadi Sorotan Media Asing, Apa Jadinya?

"Keadilan tidak boleh berhenti di mulut, ia harus hidup di hati dan perbuatan."

Oleh Karnita

Pendahuluan

Mengapa sebuah peristiwa bisa menggetarkan hati bangsa sekaligus menarik sorotan dunia? Pertanyaan itu muncul ketika Kompas.com pada 30 Agustus 2025 menurunkan laporan berjudul “Media Asing Soroti Demo di Indonesia: Singgung Tunjangan DPR dan Kematian Tragis Affan”. Berita tersebut menghadirkan gambaran tentang bagaimana duka rakyat Indonesia kini juga menjadi perhatian internasional.

Situasi yang dilaporkan bukan sekadar aksi jalanan, melainkan potret keresahan sosial yang berakar panjang. Seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, meninggal tragis setelah dilindas kendaraan taktis Brimob saat demonstrasi pada 28 Agustus 2025. Tragedi ini meluas menjadi gelombang protes menolak ketidakadilan sosial, termasuk isu tunjangan DPR yang dianggap mencederai rasa keadilan publik.

Alasan penulis tertarik mengangkat isu ini sederhana namun mendalam: peristiwa ini menyentuh nadi demokrasi kita. Ketika media asing seperti Reuters, BBC, Al Jazeera, dan AFP ikut menyoroti, artinya dunia sedang mengamati perjalanan bangsa ini dalam mengelola krisis. Relevansinya bagi kita sangat jelas: bagaimana pemerintah, rakyat, dan pemimpin bisa belajar menjaga martabat demokrasi tanpa menambah luka.

1. Reuters: Politik, Ekonomi, dan Hilangnya Rasa Percaya

Reuters menulis demonstrasi ini sebagai “ujian politik pertama Presiden Prabowo”. Catatan tersebut bukan sekadar headline, melainkan alarm bahwa kepercayaan publik menjadi taruhan besar. Rupiah melemah, indeks saham anjlok, dan kepercayaan investor terguncang hanya dalam hitungan hari.

Fenomena ini menunjukkan bahwa politik tak bisa dipisahkan dari ekonomi, dan sebaliknya. Hilangnya empati aparat dalam tragedi Affan memperburuk sentimen, menjadikan rakyat dan pasar sama-sama kehilangan rasa aman. Kritik ini menyiratkan pesan: kepercayaan publik lebih berharga daripada stabilitas semu.

Refleksinya jelas: keadilan bukan hanya urusan hukum, tetapi juga fondasi ekonomi. Jika pemerintah gagal memulihkan empati publik, pasar keuangan akan tetap rapuh. Bangsa ini membutuhkan lebih dari sekadar instruksi penyelidikan—ia butuh pengakuan atas kesalahan dan perbaikan sistemik.

2. BBC: Pemakaman yang Menjadi Simbol Perlawanan

BBC melaporkan bahwa pemakaman Affan bukan sekadar upacara duka, melainkan momentum solidaritas nasional. Ribuan rekan ojol dan tokoh publik menghadiri prosesi itu, menjadikannya simbol perlawanan terhadap ketidakadilan. Tujuh anggota Brimob pun ditahan, menandakan adanya pelanggaran etik serius.

BBC menyoroti ironi: rakyat berduka, namun negara sibuk membela privilese seperti tunjangan DPR yang mencapai Rp 50 juta per bulan. Kontras ini menyalakan amarah yang meluas, dari Jakarta hingga Surabaya. Pesan tersiratnya: pemimpin kehilangan kepekaan terhadap jeritan rakyat kecil.

Refleksinya, pemakaman Affan adalah “panggung moral” di mana rakyat dan tokoh publik menyatu dalam satu suara. Ketika negara gagal menghadirkan rasa keadilan, rakyat akan menciptakan simbolnya sendiri. Simbol itu, dalam kasus ini, adalah seorang anak muda ojol yang wafat di jalan.

3. Al Jazeera: Ekonomi dan Politik yang Mengunci Rakyat

Al Jazeera menegaskan bahwa kerusuhan adalah puncak kekecewaan rakyat terhadap situasi ekonomi dan politik. Sorotan utamanya adalah tunjangan rumah DPR yang mencapai puluhan juta rupiah per bulan, kontras dengan upah minimum di daerah miskin. Perbandingan itu menyayat hati: jurang antara rakyat dan elite semakin melebar.

Laporan ini juga menekankan betapa cepatnya video kematian Affan viral dan memicu kemarahan publik. Di era digital, tragedi tak bisa ditutup rapat, ia segera menjadi konsumsi kolektif. Publik menolak lupa dan menolak diam.

Refleksi pentingnya adalah betapa mahalnya harga keadilan yang diabaikan. Jika pemerintah hanya berfokus pada stabilitas politik, tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat, maka kepercayaan akan terus merosot. Ekonomi dan politik hanya akan menjadi jerat bagi mereka yang paling lemah.

4. AFP: Luka Demokrasi di Awal Pemerintahan

AFP menulis, tragedi Affan memicu protes terbesar sejak Presiden Prabowo dilantik pada Oktober 2024. Ribuan massa mengepung markas Brimob, membakar ban, dan menuntut keadilan nyata. Tuntutan mereka sederhana: pelaku dihukum seadil-adilnya, bukan sekadar dinyatakan melanggar etik.

Namun AFP juga mengingatkan bahwa kebijakan kontroversial pemerintah turut memperparah amarah. Pemangkasan anggaran publik demi program-program elitis dipandang memperlebar jurang ketidakadilan. Kritik ini mempertegas bahwa demokrasi yang rapuh bisa runtuh bukan oleh musuh luar, melainkan oleh kelalaian dalam negeri.

Refleksinya, peristiwa ini harus dipandang sebagai luka demokrasi yang tak boleh diabaikan. Setiap tragedi rakyat kecil adalah ujian sejati bagi negara besar. Jika negara gagal menjawab, luka itu akan diwariskan ke generasi berikutnya.

5. Media Asing dan Kritik atas Kepemimpinan

Sorotan media asing bukan sekadar liputan, tetapi juga penilaian atas cara bangsa ini dipimpin. Dunia menyoroti bagaimana pemerintah mengelola duka, amarah publik, dan keadilan sosial. Dari Reuters hingga AFP, pesan yang muncul seragam: ini bukan insiden tunggal, melainkan refleksi kualitas kepemimpinan nasional.

Kritik paling tajam diarahkan pada ketidakpekaan elite. Tunjangan DPR yang berlipat ganda dibanding UMP dijadikan simbol ketimpangan struktural. Simbol itu bertabrakan dengan tragedi rakyat kecil, dan hasilnya adalah gelombang kemarahan kolektif yang sulit dibendung.

Refleksinya, kepemimpinan diuji bukan hanya dengan retorika, melainkan dengan keberanian menghadirkan empati dan keadilan. Kritik dari luar jangan dilihat sebagai ancaman, melainkan alarm yang membantu kita menyadari titik lemah. Dan justru dari titik inilah kita perlu melihat lebih jauh: bagaimana kritik itu berkelindan dengan dampak nyata yang dirasakan rakyat, negara, hingga dunia.

6. Dampak Nyata bagi Rakyat, Negara, dan Dunia

Dampak pertama yang paling terasa adalah pada kehidupan rakyat kecil. Ketidakstabilan politik dan keamanan membuat aktivitas ekonomi terganggu, mulai dari turunnya pendapatan pekerja harian, macetnya transportasi, hingga melonjaknya harga kebutuhan pokok. Kematian Affan meninggalkan trauma kolektif bagi komunitas ojek online, yang kini merasa semakin rentan di tengah lemahnya perlindungan hukum.

Bagi negara, gejolak ini menimbulkan tekanan serius terhadap legitimasi pemerintahan. Presiden Prabowo bukan hanya diuji soal kecepatan respons, tetapi juga soal kapasitas menghadirkan solusi jangka panjang. Melemahnya rupiah dan indeks saham hanyalah gejala permukaan dari masalah lebih dalam: menurunnya kepercayaan publik dan pasar terhadap arah kebijakan nasional.

Di level internasional, Indonesia kini berada dalam sorotan tajam. Liputan global membentuk opini dunia tentang stabilitas politik kita. Jika krisis ini gagal ditangani dengan adil dan transparan, Indonesia berisiko dipersepsikan sebagai negara yang rapuh dalam menyeimbangkan demokrasi dan kemanusiaan—sebuah citra yang lama memudar.

Penutup

Peristiwa ini mengajarkan bahwa demokrasi tidak hanya hidup di ruang parlemen, tetapi juga di jalan-jalan kota tempat rakyat menyuarakan keadilan. Media asing telah menyoroti betapa luka Affan telah menjadi simbol kolektif yang tak bisa dipadamkan dengan gas air mata.

Sebagaimana dikatakan filsuf Albert Camus, “Keadilan tanpa empati hanyalah hukum yang kering.” Kini, tugas bangsa ini adalah menghidupkan kembali empati di dalam kepemimpinan. Bukan sekadar dengan pernyataan, tetapi dengan keberanian memperbaiki sistem. Wallahu a'lam

Disclaimer

Artikel ini ditulis sebagai refleksi analitis atas pemberitaan media, tidak dimaksudkan untuk menghakimi pihak manapun.

Daftar Pustaka

  1. Kompas.com. (2025, 30 Agustus). Media Asing Soroti Demo di Indonesia: Singgung Tunjangan DPR dan Kematian Tragis Affan. https://www.kompas.com/jawa-barat/read/2025/08/30/091329488/media-asing-soroti-demo-di-indonesia-singgung-tunjangan-dpr-dan?page=all#page2

  2. Reuters. (2025, 29 Agustus). Indonesia protests mark first big test for Prabowo. https://www.reuters.com

  3. BBC News. (2025, 29 Agustus). Funeral of Indonesian driver sparks mass protests. https://www.bbc.com

  4. Al Jazeera. (2025, 29 Agustus). Indonesia’s protests highlight economic, political grievances. https://www.aljazeera.com

  5. AFP. (2025, 29 Agustus). Indonesia rocked by biggest protests since Prabowo took office. https://www.afp.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun