Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Senyum yang Hilang, Menyingkap Luka Perundungan di Sekolah

9 Agustus 2025   12:17 Diperbarui: 9 Agustus 2025   12:17 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DPN (16) bersama ibunya, Asiyah di rumahnya di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, (8/8/2025).(KOMPAS.COM/FADLAN M. Z.)

Senyum yang Hilang,  Menyingkap Luka Perundungan di Sekolah

"Sekolah bukan hanya tempat belajar, tapi juga ruang aman yang harus kita jaga bersama." — anonym

Oleh Karnita

Pendahuluan

DPN, siswa baru SMA Negeri 1 Purwokerto, berubah drastis usai mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Dari anak yang ceria dan penuh semangat, kini ia lebih sering duduk terpaku dengan mata sayu dan senyum yang cepat pudar. Tubuhnya kurus gemetar, dengan bekas jeratan tali masih terlihat di tangan dan kaki, bahkan sempat muntah-muntah. Trauma mendalam membuatnya enggan tidur di kamar, memilih beristirahat sendiri di ruang tamu yang sepi. Keluarga dan sekolah pun berjuang memberi dukungan sambil terus mencari kebenaran di balik perubahan ini.

Pada 9 Agustus 2025, Kompas.com memuat laporan berjudul “Cemas dan Sedih Asiyah, Anaknya yang Ceria Jadi Pendiam Sepulangnya MPLS di SMA Purwokerto” yang mengangkat kasus dugaan perundungan selama MPLS di SMA Negeri 1 Purwokerto, Jawa Tengah. Kasus ini menyoroti betapa pentingnya lingkungan sekolah yang aman dan kondusif untuk perkembangan psikologis siswa. Laporan tersebut menjadi cermin penting dalam upaya mewujudkan sekolah bebas bullying di Indonesia.

Sebagai praktisi dan pemerhati pendidikan, saya melihat kasus ini sebagai pengingat bahwa sekolah harus menjadi ruang yang tak hanya membentuk karakter dan intelektual, tetapi juga menjamin perlindungan dan kenyamanan bagi semua siswa. Fenomena ini menegaskan kebutuhan sinergi kuat antara sekolah, keluarga, dan masyarakat dalam mencegah dan menangani perundungan. Di tengah kemajuan pendidikan, menjaga iklim belajar yang sehat dan suportif harus menjadi prioritas utama. Artikel ini mengajak pembaca untuk mengkaji fenomena ini lebih dalam sekaligus mencari solusi konstruktif.

1. Realitas Perundungan di Sekolah: Fenomena dan Dampaknya

Kasus yang dialami siswa tersebut menunjukkan bahwa perundungan masih menjadi persoalan serius di sekolah-sekolah Indonesia. Bentuk perundungan bisa fisik, verbal, maupun psikologis, yang berpotensi meninggalkan luka mendalam bagi korban. Perubahan perilaku drastis seorang siswa dari ceria menjadi pendiam memperlihatkan dampak psikologis bullying yang perlu mendapat perhatian.

Fenomena ini harus menjadi perhatian bersama bagi sekolah dan pemerintah untuk meningkatkan pencegahan dan penanganan bullying. Selain merugikan korban secara individual, perundungan juga merusak iklim belajar yang kondusif bagi seluruh siswa. Oleh sebab itu, sekolah perlu memiliki mekanisme pengawasan dan pengaduan yang efektif.

Salah satu tantangan dalam penanganan kasus adalah kurangnya bukti dan sulitnya berkomunikasi dengan korban, sebagaimana dialami SMA Negeri 1 Purwokerto. Kondisi ini menuntut peningkatan kapasitas tenaga pendamping dan pengelola sekolah dalam menangani korban dengan pendekatan empatik dan profesional.

Refleksi yang dapat diambil adalah penanganan bullying harus bersifat menyeluruh, melibatkan aspek psikologis, sosial, dan hukum agar tercipta lingkungan sekolah yang aman dan nyaman bagi semua siswa.

2. Tantangan Pendampingan Korban dan Peran Sekolah

Sekolah menghadapi kesulitan saat korban bullying sulit berkomunikasi, yang menghambat proses pendampingan dan penyelidikan. Pendampingan psikologis yang intensif dan berkelanjutan sangat dibutuhkan agar korban dapat pulih dan kembali ke sekolah dengan aman.

Sekolah harus menyediakan tenaga ahli psikologi dan konselor yang kompeten serta melaksanakan program pencegahan bullying secara proaktif, bukan hanya reaktif. Peran keluarga dalam proses pendampingan juga sangat penting agar korban mendapat dukungan penuh di rumah.

Komitmen sekolah untuk menjadi tempat bebas bullying harus diwujudkan melalui kebijakan yang jelas, sosialisasi berkala, dan pengawasan ketat antar siswa. Pendekatan restoratif juga dapat diterapkan agar pelaku menyadari dan memperbaiki perilaku.

Refleksi penting adalah membangun budaya sekolah yang berlandaskan empati dan solidaritas antar siswa sebagai upaya utama mencegah bullying.

3. Peran Keluarga dalam Menangani Dampak Perundungan

Keluarga merupakan lini pertama yang merasakan dampak bullying dan berperan besar dalam membantu korban mengatasi trauma serta memulihkan kepercayaan diri. Dukungan dan perhatian keluarga sangat krusial.

Namun, seringkali keterbatasan pengetahuan dan pengalaman keluarga dalam menangani kasus bullying menjadi tantangan tersendiri. Oleh karena itu, keluarga perlu mendapat edukasi dan akses layanan psikologis agar dapat mendampingi dengan tepat.

Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap dampak bullying dan cara penanganannya juga perlu mendapat perhatian. Pemerintah dan sekolah hendaknya bekerjasama menyediakan program edukasi bagi keluarga, seperti workshop dan konsultasi psikologis.

Refleksi ini menegaskan bahwa keluarga dan sekolah adalah mitra utama dalam menjaga kesejahteraan anak, sehingga upaya pencegahan bullying harus dilakukan secara terintegrasi dan berkelanjutan.

4. Kebijakan dan Implementasi Sekolah Bebas Bullying

SMA Negeri 1 Purwokerto telah berkomitmen menciptakan lingkungan bebas bullying, namun tantangan implementasi masih nyata. Kesulitan komunikasi dengan korban dan minimnya bukti menjadi kendala dalam menegakkan kebijakan tersebut.

Kebijakan anti-bullying harus dilengkapi mekanisme pengaduan yang aman, perlindungan bagi pelapor, serta tindakan tegas terhadap pelaku. Pendidikan karakter yang menanamkan nilai empati, toleransi, dan penghargaan keberagaman juga harus menjadi bagian kurikulum.

Kebijakan tanpa implementasi nyata hanya menjadi dokumen tanpa makna. Oleh karena itu, evaluasi dan pelibatan seluruh pemangku kepentingan sangat diperlukan.

Refleksi pentingnya komitmen kolektif dan kerja keras untuk menciptakan sekolah yang aman dan nyaman bagi semua siswa.

5. Upaya Sekolah dalam Menanggapi Dugaan Perundungan

Kasus siswa baru SMA Negeri 1 Purwokerto yang menjadi pendiam usai mengikuti MPLS dan menjalani perawatan selama 16 hari di rumah sakit menarik perhatian sekolah dan keluarga. Perubahan sikap drastis siswa yang sebelumnya ceria ini memunculkan dugaan perundungan oleh teman sekelompoknya, meski informasi lengkap sulit diperoleh karena korban belum siap berkomunikasi.

Keluarga berharap sekolah dapat mengusut tuntas dugaan tersebut agar anak mereka mendapatkan keadilan dan pemulihan yang optimal. Kepala SMA Negeri 1 Purwokerto, Tjaraka Tjunduk Karsadi, menyatakan pihak sekolah tengah mendalami kasus ini meski menghadapi kendala komunikasi dan belum menemukan bukti yang kuat.

Meski begitu, sekolah menegaskan komitmennya menciptakan lingkungan bebas bullying dengan prinsip tanpa pelaku maupun korban bullying. Pendampingan intensif diberikan agar siswa dapat pulih dan kembali bersekolah dalam suasana aman dan nyaman. Komitmen serta koordinasi dengan keluarga menjadi kunci utama dalam penanganan kasus ini.

6. Upaya Komunitas dan Masyarakat dalam Mencegah Perundungan

Masyarakat dan komunitas memiliki peran strategis dalam mendukung upaya anti-bullying. Kampanye kesadaran dan edukasi publik tentang bahaya bullying perlu digalakkan secara luas.

Kerjasama antar komunitas, lembaga sosial, dan sekolah memperkuat jejaring pengawasan dan penanganan bullying. Pembentukan kelompok dukungan sebaya (peer support) dapat menjadi ruang aman untuk berbagi dan membantu korban.

Kurangnya perhatian masyarakat terhadap bullying harus dijawab dengan peran aktif komunitas dan keterlibatan media dalam edukasi publik.

Refleksi bahwa bullying bukan hanya persoalan sekolah, tetapi masalah sosial yang perlu tindakan bersama.

Penutup

Kasus yang dialami siswa di SMA Negeri 1 Purwokerto mengingatkan kita bahwa setiap anak berhak belajar di lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan. Komitmen bersama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat sangat penting untuk mewujudkan hal tersebut. "Pendidikan yang bermakna lahir dari lingkungan yang aman dan penuh kasih," kata seorang pendidik.

Dengan menekankan empati, pendidikan karakter, dan pendampingan holistik, kita bisa mencegah bullying dan membentuk generasi masa depan yang sehat secara psikologis. Mari jadikan sekolah ruang suci pembelajaran, bukan tempat ketakutan. Seperti kata Jane Elliott, aktivis anti-bullying, “Tidak ada yang dilahirkan untuk membenci; kebencian itu diajarkan, dan itu bisa dilawan dengan pendidikan dan kasih sayang.”

Disclaimer:

Artikel ini berdasarkan sumber berita dari Kompas.com dan analisis editorial. Pendapat dalam artikel adalah interpretasi penulis yang bertujuan memperkaya diskursus publik tentang perundungan di sekolah.

Daftar Pustaka

Kompas.com. (2025, 9 Agustus). Cemas dan Sedih Asiyah, Anaknya yang Ceria Jadi Pendiam Sepulangnya MPLS di SMA Purwokerto. https://regional.kompas.com/read/2025/08/09/055433378/cemas-dan-sedih-asiyah-anaknya-yang-ceria-jadi-pendiam-sepulangnya-mpls-di?page=all#page2

Kompas.com. (2025, 8 Agustus). Siswa Baru Dirawat 16 Hari Usai Mengikuti MPLS, Ini Kata Kepala SMA N 1 Purwokerto. https://regional.kompas.com/read/2025/08/08/205057378/siswa-baru-dirawat-16-hari-usai-mengikuti-mpls-ini-kata-kepala-sma-n-1

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2023). Pedoman Pencegahan dan Penanganan Bullying di Sekolah. Jakarta: Kemendikbudristek. https://kemendikbud.go.id

UNICEF Indonesia. (2024). Perlindungan Anak dan Pencegahan Bullying di Sekolah. Jakarta: UNICEF. https://unicef.org/indonesia

World Health Organization. (2022). Mental Health and Bullying Prevention in Schools. Geneva: WHO. https://who.int

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun