"Aku juga. Waktu 1998, masih duduk di bangku SMA di Yogyakarta, di sana juga ramai," katanya. "Masih bingung juga buat aparat di atas jembatan layang menembaki mahasiswa di dalam kampus Trisakti," katanya.Â
"Aku di Bandung waktu itu. Wawancara seorang  psikiater Unpad, nah pas pulang itu baca berita enam mahasiswa Trisakti tewas di sebuah koran di kereta api parahyangan. Tetapi kemudian ternyata empat," ceritaku.Â
"Malamnya tidak mendengar apa-apa.  Hanya melihat Bandung dijaga tentara di berapa tempat, tetapi itu pemandangan biasa pada Mei 1998. Sampai di kantor Sinar  kawan-kawan sudah hebih begadang semalaman reportase di rumah sakit."
"Kalau aku jujur dilarang keluar malam oleh Bapakku. Oh, ya riset Mas tentang Bandung 1950-an?"
"Mirip dengan  cerita kamu tentang Widy orang Belanda pergi, ada pergolakan daerah dan gerombolan DI/TII masih merajalela," kataku.Â
"Kasihan juga persahabatannya dengan orang Belanda harus bubar karena keadaan. Apakah mereka akan bertemu lagi?"
"Baca saja lanjutannya," katanya.Â
Aku mengantarnya ke  Baraya ke Bandung untuk berapa hari, sebelum pulang ke Yogyakarta.Â
"Jangan lupa Kampung Jazz, Mei nanti," ucapnya  sambil tertawa (Bersambung)
Irvan Sjafari
Main Foto