Empat lagi diketahuinya adalah milisi preman entah untuk apa mereka ke pulau. Tetapi badan mereka tambun karena kurang gerak dan banyak makan. Mereka hanya bersyukur tiba di sebuah pulau di Lautan Cina Selatan, persis ketika perbekaan habis.
Sekitar pukul sembilan pagi. Malcom menembak berapa butir tangkai kelapa muda dan menikmati airnya dengan lahap. Berapa ekor kepiting juga dijadikan santapan mereka. Setelah tenaga pulih mereka beristirahat hutan kelapa.
“Coba kalian lihat-lihat sekeling pulau!” perintah Malcom pada tiga preman.
Para preman itu tak punya pilihan lain, karena mereka sudah tak tahu berapa lama ditahan, tidak tahu siapa yang menahan dan tahu-tahu dilepas, lalu disatukan dengan tantara asing.
Keempat preman berjalan saling menjaga. Sepertinya pulau ini tidak berpenghuni. Kecuali berapa hewan seperti kepiting, burung, kalong, hal yang biasa di pulau tropis. Yang tidak biasa ialah hewan yang hidup mereka yang terbang atau mereka yang tinggal di air asin dan mungkin juga di sungai.
“Sudah berapa lama kita ditahan? Makanannya enak-enak. Kita disugguhi tontonan video, kerjanya tidur-tiduran, hanya tidak boleh keluar,” ucap seorang preman.
“Dulu ngapain ikut bos mencari anak itu sampai ke pulau ini? Kita terlalu menganggap remeh. Beruntung nggakmati seperti kawan yang lain,” sahut preman lainnya.
Seorang serdadu loyalis Dhimas menemukan beberapa ekor kerangka kera dengan sedikit kulit seperti ada yang memakan habis. Begitu juga kulit ular kering dengan kerangkanya.
“Benar-benar habis, Ser! Ada yang menggerogoti!”
Malcom mulanya mengira ada penghuni manusia di pulau ini.
“Di mana kamu orang menemukannya?”