Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel | Koloni (48-49)

27 Juni 2017   12:15 Diperbarui: 27 Juni 2017   12:51 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Irvan Sjafari

Mereka mendayung sekuatnya dan mereka sudah di tengah laut. Pulau itu sudah jadi koloni semut yang bermutasi karena radio aktif.  Perang Dunia Ketiga memberi bencana lain.

Dua jam  mereka terkatung-katung di tengah laut. Empat serdadu dan dua preman mendayung bergantian tanpa sempat membawa perbekalan.  Mereka merasa beruntung melihat sebuah kapal, mungkin kapal barang.

Awak kapal itu melihat mereka dan menghampiri.  Kapal itu berisi sembilan belas laki-laki dan enam perempuan   berwajah Melayu dan sebagian lagi Indocina.  Mereka memberikan minuman dan makanan tanpa banyak bicara, kecuali senyuman. Sebetulnya Christ Malcom tidak terlalu percaya pada mereka, tetapi ia tak punya pilihan. 

Kedua preman  itu tanpa malu-malu meneguk tuak yang disediakan di meja. Mereka lebih dulu mengambil nasi, sayuran nangka dan potongan ayam goreng. Akhirnya keempat serdadu itu mengikuti.  Keenamnya makan dengan lahap. 

Malcom satu-satunya yang merasa aneh melihat empat awak kapal mengelingi mereka, tetap tersenyum.  Mereka menunggu sesuatu.  Masalahnya ia merasa mengantuk dan ia sempat melihat kawan-kawannya jatuh satu demi satu terlelap.

Lalu terdengar derai sinis para penolong mereka.  Malcom masih semaput ketika ia merasa tubuhnya diangkut dan dimasukkan ke dalam sebuah ruangan bersama teman-temannya.

Malcom tidak tahu berapa lama ia dibius.  Di a tersadar ketika air dingin menyiramnya.  Di mendapatkan dirinya dan lima rekannya terikat di sebuah tiang.  Sudah larut malam.  Dia merasa ada di suatu tempat di tengah hutan entah di mana.  

Rekannya serdadu bule yang dipanggil Private Justine juga sama bingungnya.   Mereka ada di atas panggung terbuat dari kayu.  Sebagai seorang tentara Malcom harus membaca medan.  Namun yang dilihatnya tidak pernah ditemuinya selama menjadi tentara.

Ratusan mungkin ribuan perempuan mengelilingi mereka.  Empat di antaranya berada di atas panggung.  Seorang di antara mereka bicara dalam Bahasa Melayu. “Dimulai dari yang ini kira-kira tiga puluh lima tahun, masih segar! Belum tercemar!”

“Budak Melayu itu!    Seribu ringgit!”  teriak seorang perempuan dengan wajah yang kasar menunjuk pada seorang anak buahnya seorang preman. “Kami tidak suka bule!” 

Namanya Afrizal.  Dia pernah ditahan di penjara ketika masih belasan tahun karena memperkosa seorang perempuan di angkot bersama tiga kawannya. Hanya kena lima tahun dan tidak membuatnya kapok di dunia kriminal hingga akhirnya bergabung dengan geng penyelundup.  Dia menikmati hidup punya uang dan akhirnya main perempuan  yang ia suka dari satu ke tempat lain. Sampai akhrinya ia tiba  di pulau yang ia sangka penghuniya tidak melawan pasukan bersenjata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun