Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel | Koloni (48-49)

27 Juni 2017   12:15 Diperbarui: 27 Juni 2017   12:51 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Irvan Sjafari

Andro ditemani oleh Kamayanti isterinya.  Wajahnya sedih, tetapi dia sama sekali tidak menangis.  Begitu juga Zahra.  Dia tetap di samping Alif tanpa rasa cemas berlebihan.  Alif jadi ingat perkataan Anis.  Anak-anak itu terlatih untuk kehilangan.

Harum juga ada di sana bersama Anis.  Mereka memberikan penghormatan, karena siang ini juga jenazah di pihak koloni dikuburkan.

Harum mendekati Alif.  “Masih banyak kejutan lain Kang Alif?”  (Astaga dia memanggil Kang. Bukan lagi Kak). “Bagian pertama permintaan kamu dikabulkan. Teman-temanmu boleh tinggal di sini. Tetapi mulai hari ini kami harus dijaga ketat sampai hari H. siapa yang jaga yaa? Evan Sektian…!!”

“ Siap Kak!!!”  terdengar suara di belakang.

Tiba-tiba air muka Zahra berubah. “Nggak saya saja Kak Harum. Mohon yaaa...!!” Zahra berubah manja.

“ Mulai saat ini tugas kamu ikuti ke mana dia pergi. Dia sudah tahu soal pintu portal.  Dia tanggungjawabmu.  Kalau tidak Evan yang akan menjaganya.”

Sialan!  Harum tahu sekali menciptakan pengawal yang paling terampuh buat dirinya.  Alif hanya bisa pasrah.  Dia beruntung peluru hanya menyerempet bahunya.  Zahra memegang erat-erat tangannya. Euca dan Actie datang kemudian.  Mereka di belakang Evan Sektian.

“Ahmady ini kenalkan anakku yang lain, calon prajurit di Koloni ini.”

Ahmady melihat sahabatnya.  Dia bertambah kagum terhadap dunia baru ini.  Dia mendekati Alif. “Anak-anak luh? Lebih hebat dari bapaknya”

Alif melihat jenazah  Andro. Keduanyasudah sahabat. Tak ada rasa menyesal. Andro adalah prajurit semut sejati.  Kamayanti  menitikan air matanya dan mencium keningnya. “Selamat jalan Kak Andro. Terima kasih mendampingi aku sejak kecil.”

Anak mereka Meyda juga ada di sana ganti menciumnya.  Malah dia tidak menangis. Keduanya menutup rambut mereka dengan kain hitam. Mereka berlalu.  Evan dan enam serdadu semut perempuan membawa peti Andro dengan dingin. Diikuti peti serdadu semut lainnya. Juga serdadu tawon membawa jenazah kawan-kawan mereka.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun