Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Perempuan yang Menyebut Dirinya Nyi Iteung

28 Agustus 2016   15:30 Diperbarui: 31 Agustus 2016   16:31 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kapan lagi Kang!” katanya tersenyum. ”Kita bisa dapat berita bagus!”

Nyi Iteung lebih punya bakat daripada saya.

Entah Dyah punya naluri atau tidak. Sebuah jip lagi datang setelah sepuluh menit tembak menembak. Jip itu berisi empat tentara yang segera meloncat turun. Gerombolan itu lari. Tampaknya seorang ada yang tertembak. Tubuhnya diperiksa empat tentara itu.

Kadiyek!” sahut seorang tentara melihat kami hanya melongo dari jauh.

Saya dan Dyah segera berlari ke tempat mayat anggota gerombolan itu.

“Wong Edan kamu Ikhsan!” Rupanya salah seorang tentara itu mengenal saya. Saya memperhatikan rautnya, sebaya saya. Astaga? Dia Kapten Hari Jumanto, yang saya kenal waktu di Gunung Kidul, meliput geriliya waktu Agresi II.”

Dia memeluk saya. “Sopo?” katanya melihat Dyah.

“Murid saya,” jawab saya.

“Berani juga seperti kamu menghadapi situasi seperti ini,” kata Hari. ”Apalagi Adik kita ini?”

Dyah dengan tenang mencatat situasi. Mengamati anak muda yang terkapar itu. Mungkin usianya sebaya dia. Sama sekali tidak tampak shock atau takut. Aneh juga Nyi Iteung ini kerap melamun dan terpukul karena cinta, tetapi tidak takut berada di tengah perang. Tentara-tentara itu tampaknya terkagum-kagum.

“Ah, saya pernah berada dalam oplet menuju Cijulang, lalu ditembaki dan orang sebelah saya berlumur darah,” ujarnya tenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun