Selanjutnya, takbiran keliling juga seringkali diwarnai dengan perilaku yang kurang terpuji, seperti kebut-kebutan, penggunaan petasan yang membahayakan, dan tindakan vandalisme. Hal ini tentu saja mencoreng citra takbiran sebagai syiar Islam yang luhur.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mengembalikan esensi takbiran keliling sebagai syiar Islam yang benar. Takbiran keliling harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, dengan tetap menjaga nilai-nilai kesopanan dan ketertiban. Gema takbir yang dikumandangkan haruslah berasal dari hati yang tulus, sebagai ungkapan rasa syukur dan kebahagiaan atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT.Â
Selain itu, takbiran keliling juga harus menjadi ajang silaturahmi dan mempererat tali persaudaraan antar umat Muslim. Dengan demikian, takbiran keliling dapat menjadi sarana syiar Islam yang efektif, tanpa mengganggu ketertiban dan kenyamanan masyarakat.
Tradisi Masyarakat
Tradisi takbiran keliling, sebagai bagian dari warisan budaya, telah lama menjadi penanda kemeriahan malam Idul Fitri di Indonesia. Tradisi ini bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi juga menjadi ajang silaturahmi antarwarga, mempererat tali persaudaraan, dan menumbuhkan semangat kebersamaan.Â
Dalam pelaksanaannya, masyarakat dari berbagai usia dan latar belakang turut serta, menciptakan suasana yang penuh kehangatan dan keakraban. Takbiran keliling juga menjadi wadah bagi ekspresi kebebasan dan kreativitas masyarakat, di mana setiap daerah memiliki ciri khas dan cara tersendiri dalam merayakannya.
Namun, di balik kemeriahan dan nilai-nilai positifnya, tradisi takbiran keliling juga seringkali menimbulkan permasalahan yang perlu diperhatikan. Gangguan ketertiban, seperti kemacetan lalu lintas dan kebisingan, menjadi keluhan yang sering muncul dari masyarakat.Â
Selain itu, potensi perilaku negatif seperti kebut-kebutan, penggunaan petasan yang membahayakan, dan tawuran antar kelompok, juga menjadi ancaman yang perlu diantisipasi. Dampak negatif ini tidak hanya mengganggu kenyamanan dan keamanan masyarakat, tetapi juga mencoreng citra tradisi takbiran keliling sebagai bagian dari syiar Islam.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk menyeimbangkan antara nilai-nilai syiar, tradisi, dan ketertiban masyarakat dalam pelaksanaan takbiran keliling. Regulasi yang jelas dan tegas dari pemerintah, edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat, serta kerjasama antara berbagai pihak, menjadi kunci untuk menjaga harmoni dalam tradisi ini.Â
Di samping itu, mencari alternatif kegiatan yang lebih positif, seperti takbiran di masjid dengan acara yang menarik, juga dapat menjadi solusi untuk mengurangi dampak negatif dari takbiran keliling. Dengan demikian, diharapkan tradisi takbiran keliling dapat tetap dilaksanakan dengan memperhatikan nilai-nilai syiar dan tradisi, tanpa mengganggu ketertiban dan kenyamanan masyarakat.
Gangguan Ketertiban