Alhamdulillah, Pemerintah melalui Kemenag RI, pada Sabtu kemarin, 29 Maret 2025, telah menetapkan bahwa 1 Syawal 1445 Hijriah, atau Hari Raya Idul Fitri jatuh pada Senin, 31 Maret 2025. Artinya, malam ini, 30 Maret 2025, sebagaimana umumnya umat Islam melakukan malam takbiran, yaitu melafadzkan kalimat "Allahu Akbar, Allahu Akbar."Â
Malam takbiran pada umumnya dilakukan di masjid-masjid, mushola, dan yang paling unik dilakukan dengan cara keliling memakai mobil, atau berjalan keliling dengan membawa alat tabuh berupa bedug, selanjutnya lebih dikenal dengan takbiran keliling.Â
Tradisi ini telah menjadi bagian dari perayaan Idul Fitri di Indonesia, namun, tak jarang menimbulkan perdebatan mengenai esensi dan dampaknya. Di satu sisi, takbiran keliling dianggap sebagai syiar agama yang meriah dan ekspresi kegembiraan.Â
Di sisi lain, tradisi ini sering dikritik karena menimbulkan gangguan ketertiban, kemacetan, dan potensi perilaku negatif. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk menyeimbangkan antara nilai-nilai syiar, tradisi, dan ketertiban masyarakat.
Takbiran keliling sebagai tradisi yang telah lama mengakar di masyarakat Indonesia, memiliki beragam interpretasi dan dampak. Di satu sisi, tradisi ini dianggap sebagai bentuk syiar Islam yang meriah, di mana umat Muslim mengungkapkan rasa syukur dan kegembiraan atas kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa.Â
Di samping itu, takbiran keliling juga menjadi ajang silaturahmi antarwarga, mempererat tali persaudaraan, dan menumbuhkan semangat kebersamaan. Namun, di sisi lain, tradisi ini seringkali menimbulkan gangguan ketertiban, seperti kemacetan lalu lintas, kebisingan, dan potensi perilaku negatif seperti kebut-kebutan dan penggunaan petasan yang membahayakan.Â
Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mencari solusi yang bijak agar tradisi takbiran keliling dapat tetap dilaksanakan dengan memperhatikan nilai-nilai syiar dan tradisi, tanpa mengganggu ketertiban dan kenyamanan masyarakat.
Syiar Islam
Takbiran keliling seringkali dipandang sebagai sarana syiar Islam yang efektif. Gema takbir yang dikumandangkan di jalanan, di tengah keramaian kota, menjadi pengingat bagi umat Muslim akan datangnya hari kemenangan. Suara takbir yang menggema di setiap sudut kota menciptakan suasana religius yang kuat, mengingatkan masyarakat akan nilai-nilai keagamaan yang luhur.Â
Lalu, takbiran keliling juga menjadi bentuk ekspresi kegembiraan dan rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT selama bulan Ramadan. Dengan berkeliling dan melantunkan takbir, umat Muslim seolah ingin mengajak seluruh masyarakat untuk turut merasakan kebahagiaan dan kemenangan spiritual.
Namun, efektivitas takbiran keliling sebagai syiar Islam seringkali dipertanyakan. Beberapa pihak berpendapat bahwa takbiran yang dilakukan di jalanan, dengan iringan musik dan hiasan yang berlebihan, justru mengurangi kekhusyukan dan kesakralan malam takbiran. Mereka menilai bahwa takbiran yang ideal adalah yang dilakukan di masjid atau mushola, dengan penuh khidmat dan kesederhanaan.Â
Selanjutnya, takbiran keliling juga seringkali diwarnai dengan perilaku yang kurang terpuji, seperti kebut-kebutan, penggunaan petasan yang membahayakan, dan tindakan vandalisme. Hal ini tentu saja mencoreng citra takbiran sebagai syiar Islam yang luhur.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mengembalikan esensi takbiran keliling sebagai syiar Islam yang benar. Takbiran keliling harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, dengan tetap menjaga nilai-nilai kesopanan dan ketertiban. Gema takbir yang dikumandangkan haruslah berasal dari hati yang tulus, sebagai ungkapan rasa syukur dan kebahagiaan atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT.Â
Selain itu, takbiran keliling juga harus menjadi ajang silaturahmi dan mempererat tali persaudaraan antar umat Muslim. Dengan demikian, takbiran keliling dapat menjadi sarana syiar Islam yang efektif, tanpa mengganggu ketertiban dan kenyamanan masyarakat.
Tradisi Masyarakat
Tradisi takbiran keliling, sebagai bagian dari warisan budaya, telah lama menjadi penanda kemeriahan malam Idul Fitri di Indonesia. Tradisi ini bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi juga menjadi ajang silaturahmi antarwarga, mempererat tali persaudaraan, dan menumbuhkan semangat kebersamaan.Â
Dalam pelaksanaannya, masyarakat dari berbagai usia dan latar belakang turut serta, menciptakan suasana yang penuh kehangatan dan keakraban. Takbiran keliling juga menjadi wadah bagi ekspresi kebebasan dan kreativitas masyarakat, di mana setiap daerah memiliki ciri khas dan cara tersendiri dalam merayakannya.
Namun, di balik kemeriahan dan nilai-nilai positifnya, tradisi takbiran keliling juga seringkali menimbulkan permasalahan yang perlu diperhatikan. Gangguan ketertiban, seperti kemacetan lalu lintas dan kebisingan, menjadi keluhan yang sering muncul dari masyarakat.Â
Selain itu, potensi perilaku negatif seperti kebut-kebutan, penggunaan petasan yang membahayakan, dan tawuran antar kelompok, juga menjadi ancaman yang perlu diantisipasi. Dampak negatif ini tidak hanya mengganggu kenyamanan dan keamanan masyarakat, tetapi juga mencoreng citra tradisi takbiran keliling sebagai bagian dari syiar Islam.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk menyeimbangkan antara nilai-nilai syiar, tradisi, dan ketertiban masyarakat dalam pelaksanaan takbiran keliling. Regulasi yang jelas dan tegas dari pemerintah, edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat, serta kerjasama antara berbagai pihak, menjadi kunci untuk menjaga harmoni dalam tradisi ini.Â
Di samping itu, mencari alternatif kegiatan yang lebih positif, seperti takbiran di masjid dengan acara yang menarik, juga dapat menjadi solusi untuk mengurangi dampak negatif dari takbiran keliling. Dengan demikian, diharapkan tradisi takbiran keliling dapat tetap dilaksanakan dengan memperhatikan nilai-nilai syiar dan tradisi, tanpa mengganggu ketertiban dan kenyamanan masyarakat.
Gangguan Ketertiban
Gangguan ketertiban yang seringkali timbul dari tradisi takbiran keliling menjadi perhatian serius bagi banyak pihak. Kemacetan lalu lintas yang parah, terutama di pusat-pusat kota dan jalan-jalan utama, menjadi keluhan umum. Konvoi kendaraan yang panjang dan tidak teratur, seringkali dengan penggunaan kendaraan bak terbuka yang tidak aman, memperparah kondisi ini.Â
Lalu, kebisingan yang dihasilkan dari penggunaan pengeras suara yang berlebihan, petasan, dan teriakan-teriakan, mengganggu ketenangan warga, terutama di malam hari yang seharusnya menjadi waktu istirahat. Potensi perilaku negatif seperti kebut-kebutan, balapan liar, dan penggunaan petasan yang membahayakan juga menjadi ancaman serius bagi keamanan dan keselamatan masyarakat.
Lebih lanjut, takbiran keliling juga berpotensi menimbulkan konflik antar kelompok atau warga, terutama jika ada perbedaan pandangan atau gesekan antar wilayah. Aksi-aksi provokatif, saling ejek, atau bahkan tawuran dapat terjadi, merusak suasana khidmat dan kebersamaan Idul Fitri.Â
Selanjutnya, tradisi ini juga seringkali meninggalkan masalah sampah yang menumpuk di jalan-jalan, akibat kurangnya kesadaran akan kebersihan lingkungan. Kerusakan fasilitas umum, seperti taman atau rambu lalu lintas, juga tidak jarang terjadi akibat perilaku tidak bertanggung jawab dari peserta takbiran keliling. Semua gangguan ini tentu saja mengurangi esensi dari malam takbiran itu sendiri.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya serius dari berbagai pihak untuk menyeimbangkan antara nilai-nilai syiar, tradisi, dan ketertiban masyarakat. Regulasi yang jelas dan tegas dari pemerintah, edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat, serta kerjasama antara tokoh agama, masyarakat, dan aparat keamanan, menjadi kunci penting dalam mengatasi masalah ini.Â
Mencari alternatif kegiatan yang lebih positif, seperti takbiran di masjid dengan acara yang menarik dan edukatif, juga perlu dipertimbangkan. Dengan demikian, diharapkan tradisi takbiran keliling dapat tetap dilaksanakan dengan baik, tanpa mengganggu ketertiban dan kenyamanan masyarakat.
Upaya Menyeimbangkan
Upaya menyeimbangkan antara syiar, tradisi, dan ketertiban dalam takbiran keliling memerlukan pendekatan komprehensif. Regulasi yang jelas dari pemerintah menjadi langkah awal penting, mencakup penetapan rute, batasan waktu, dan aturan penggunaan pengeras suara.Â
Edukasi masyarakat mengenai esensi takbiran dan dampaknya juga krusial, menekankan takbiran sebagai bentuk ibadah dan syukur, bukan sekadar hura-hura. Kerjasama antara pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat menjadi kunci, melibatkan partisipasi aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan takbiran yang tertib dan aman.
Alternatif kegiatan yang lebih positif perlu digalakkan, seperti takbiran di masjid dengan acara yang menarik dan edukatif. Masjid dapat menjadi pusat kegiatan takbiran yang meriah namun tetap khidmat, dengan berbagai kegiatan seperti lomba takbir, ceramah, dan pembagian hadiah. Kegiatan ini dapat menarik minat masyarakat, terutama generasi muda, untuk merayakan takbiran dengan cara yang lebih bermakna.Â
Kemudian, pemanfaatan media sosial untuk syiar takbiran yang positif juga dapat menjadi alternatif yang efektif. Konten kreatif seperti video takbir, animasi, dan infografis dapat menyebarkan pesan takbiran dengan cara yang menarik dan mudah diterima oleh masyarakat luas.
Dengan demikian, upaya menyeimbangkan antara syiar, tradisi, dan ketertiban dalam takbiran keliling memerlukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Regulasi yang jelas, edukasi masyarakat, kerjasama antar pihak, dan alternatif kegiatan yang positif menjadi pilar-pilar penting dalam menjaga tradisi takbiran yang bermakna dan tidak mengganggu ketertiban.Â
Dengan sinergi dan kesadaran bersama, tradisi takbiran keliling dapat tetap menjadi bagian dari perayaan Idul Fitri yang meriah dan khidmat, tanpa menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat.
Kesimpulan
Takbiran keliling, sebagai tradisi yang telah lama mengakar, menghadirkan dilema antara ekspresi syiar agama dan potensi gangguan ketertiban. Untuk mencapai keseimbangan, diperlukan regulasi yang jelas, edukasi masyarakat, kerjasama antar pihak, dan alternatif kegiatan yang lebih positif.Â
Dengan pendekatan holistik ini, takbiran keliling dapat tetap menjadi bagian dari perayaan Idul Fitri yang bermakna, tanpa mengganggu kenyamanan dan ketertiban masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI