Mohon tunggu...
Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto Mohon Tunggu... Penulis - Esais

Penulis buku dan penulis opini di lebih dari 150 media berkurasi. Penggagas Komunitas Seniman NU dan Komunitas Partai Literasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rumah Pemakaman

30 November 2022   11:44 Diperbarui: 30 November 2022   11:49 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
rumah pemakaman | pixabay.com/Skitterphoto 

Aku kembali mendekatinya. Mengelus pundaknya.

"Penyesalan memang selalu datang terlambat, keraguan selalu datang tiba-tiba, dan kecemasan selalu datang untuk masa depan,"

Neni masih bersimpuh di bawah nisan tanpa sepatah kata pun. Aku melihat dengan seksama tulisan nisan nama dan tanggal lahir-meninggal.

"Masih muda,"

Tiba-tiba suara azan Maghrib menggema di seisi pemakaman. Terdengar nyaring dan intimidatif mengajak sembahyang ke musala kecil samping desa. Aku hendak berpamitan dengan Neni. Ia tampak terbujur kaku. Penasaran, aku angkat wajahnya yang sudah berlumpuran tanah gundukan.

Matanya terpejam, bibirnya memutih, dan wajahnya penuh semburat sinar keabadian. Aku semakin panik ketika menyentuh dadanya yang tidak ada lagi detak jantung. Nadinya pun ikut berhenti. Mati?!

Segera aku berlari ke tengah kampung memanggil beberapa warga yang hendak menunaikan salat Maghrib. Semua berlarian menuju Neni. Ia sudah terlentang dengan tenang di rumah pemakaman yang dibuatnya. Warga segera mengangkatnya dan aku menangis sejadinya.

"Selamat terbangun dari mimpi burukmu, Neni...."

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun