Di pasar, tabung hijau berubah jadi legenda,
diceritakan di warung kopi dan antrean panjang.
Gas elpiji 3 kg, kini lebih sulit dicari
daripada keadilan dalam janji.
--
Di sudut kota, seorang bapak berteriak,
suaranya setajam pisau dapur yang tumpul.
"Saya lagi masak, Pak! Anak-anak kelaparan!
Logika berjalan dong, Pak, akal sehat jalan!"
--
Tapi sang menteri hanya menyengir kosong seperti kepalanya,
namun selalu penuh jika soal menyulitkan rakyat
"Kami sedang cari solusi," katanya mantap,
sementara ibu-ibu di belakang bapak itu
menghitung uang receh yang tak cukup
untuk harga yang terus merangkak.
--
Di layar kaca, sang menteri berani berbicara,
"Harga stabil, distribusi lancar."
Sementara di pangkalan, logika jadi pengemis,
menadahkan tangan di depan tabung kosong.
--
Akal sehat berjalan tertatih-tatih,
disalip oleh mafia yang punya peta jalan rahasia.
Subsidi jatuh ke saku yang salah,
sementara dapur rakyat terbakar tanpa api.
--
Di belakang layar, gas masih menghilang,
entah tersesat di jalan atau terserap ke dompet lain.
Sementara rakyat tetap menunggu,
menanak harapan di atas api yang tak menyala.
--
Dan di langit kota,
asap yang mengepul bukan dari tungku,
tapi dari amarah yang terlalu lama tertahan.
***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI