Mohon tunggu...
Jasmine
Jasmine Mohon Tunggu... Wiraswasta - Email : Justmine.qa@gmail.com

Just me, Jasmine, just a tiny dust in the wind

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Jeruji Kenangan

29 Oktober 2016   15:23 Diperbarui: 29 Oktober 2016   15:35 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Mau saya bantu duduk, Nek?”

Lalu ditegakkanlah aku dalam posisi yang sempurna. Mataku liar menjelajahi. Ingin kucari pembuktian bila ini benar bukan khayalan. Dan kuyakin, inipun bukan Sahara, lahannya fatamorgana. Dinding berornamen kaligrafinya begitu nyata. Sejuk di sekeliling pun sungguh terasa. Dan ini... ini bukan bebalai lapuk yang engselnya ramai berderak kala raga rapuhku berselerak. Kasur ini empuk. Spreinya lembut dan hangat. Bersih, juga steril dari bebau menyengat.

Bukan, ini bukan Barzah. Sebab bukan cemeti berduri berlidah api yang telah membangkitkanku. Dan, bukankah sapaan halus lembut itu tak berkata, “Man Rabbuka..?!”

“Nenek lapar atau mau minum?”

Dengar! Mustahil bukan, bila malaikat kembar akan bertanya demikian vulgar? Tak ada kesan religi sama sekali. Segala kuliner ditanyai.

Kemudian, akupun bersiap kerahkan daya, agar sendok baja ringan itu tidak bentrok di lembek gusiku. Dan kuterkejut, menyadari hingga suapan ke-5 ini, replika sekop itu seolah menjaga jarak. Sangat berhati-hati dalam bertindak. Yang lebih mencengangkan, ketika makanan nakal keluar dari sergap mulut kempot-peyot-ku, taruni ini gesit namun lembut menghalau.

“Siapakah engkau, wahai pemudi?” tanyaku usai tenagaku terisi penuh oleh nustrisi tinggi.

“Saya Rini, Nek. Herini Mustika Nawangsari. Saya baru lulus dari akademi gizi, sekarang diterima magang di sini.”

Bunga yang ramah, kubalas dengan cengir sumringah. Mendung pikiranku mendadak seterang purnama. Secara tak terduga, rasa nyamanku turut bermetamorfosa. Bahkan rabun mataku, tiba-tiba sejernih telaga. Bukan hal musykil, bila fenomena ini hadir karena sosok Rini, dengan tatap mata sepolos bocah, ceria dan hangat. Rekah senyumnya tebarkan ketulusan. Tegur sapanya lemah lembut dan sopan. Andai sosok pencipta  keajaiban ini adalah... Wiwuk.

“Ini sekarang rumah baru Nenek. Namanya Panti Wreda, Nek. Jangan khawatir, nenek pasti takkan kesepian dan akan sangat disayangi di sini,” penjelasan Rini begitu lugas tanpa pretensi.

Panti Wreda? Barzah memang sempat membuatku gelisah. Namun ‘wreda’, jelas membuatku terkesima. Bilakah aku tiba di sini? Di panti tempat para renta disatukan karena hegemoni takdir maut ada di pelupuk?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun