Mohon tunggu...
Jasmine
Jasmine Mohon Tunggu... Wiraswasta - Email : Justmine.qa@gmail.com

Just me, Jasmine, just a tiny dust in the wind

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Jeruji Kenangan

29 Oktober 2016   15:23 Diperbarui: 29 Oktober 2016   15:35 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perempuan cantik itu. Cetar suaranya selalu menciutkanku. Telingaku telah kebas. Namun lubuk hatiku ini masih bergas. Sungguh, kutak ingin perih mengiris pilu. Maka kutertatih menyingkir. Menjauh dari suaranya yang memetir.

Nyatanya hanya pada sesudut inilah, jarak terjauh yang sanggup kulangkah. Entah, entahlah. Mengapaku begitu lekas lelah. Mengapaku terlupa begitu mudah. Mungkin karenaku hidup terlampau lama sudah.

Dari hasil perabaan tongkat kayuku, nampaknyaku tak salah tempat. Tiba dengan selamat di zona tepat. Inilah balai-balai tempatku biasa melarung penat. Hmm, dengan bebau yang lumayan menyengat. Tapi sudahlah, orang seusiaku dilarang sambat. Malu, padaNya Yang Maha Memberi Nikmat.

Sebelum menutup mata, sayup kudengar deru roda kereta. Batuk, deham, dan gerutu saisnya. Keluh-kesah kenek di sisinya. Diskusi sengit tentang sebuah destinasi. Mufakat tercapai seiring bunyi berdebam daun pintu besi. Lalu semuanya benar-benar gelap.

-o0o-

Sepertinya aku tertidur cukup lama. Lebih dari adat biasa. Hmm, pasti dosisku telah ditambah. Barangkali, insomniaku sudah sedemikian parah.

Ada semburat yang menyilaukan. Namun ‘tah senja ataukah mentari pagi yang datang menyapa. Dinding putih bersihnya berbeda dengan sel lama. Ia kini kehilangan jam kuk-kuk dari jati tua. Ah, lagipula, waktu tak terlalu penting bagiku. Kuhanya perlu muadzin berseru maka dapat kutakar waktu yang tengah berputar.

Di manakah ini? Tempat asing ini terlampau hening. Layu bulu tengkukku sejenak merinding. Tak ada suara penggorengan beradu kompor. Tak ada kanak-kanak berlarian dalam jerit-tangis berebut mainan. Tak ada suara berat pria menggerutu dan berdeham. Tak ada raung mesin kendaraan yang mengguncang garasi. Tak ada kicau perkutut yang runtut. Tak ada krang-kring, riuh telepon berdering. Sesuara itu, senyap, tak terdeteksi. Hening cipta ini sungguh sangat tak biasa. Tak tahu, kemana lenyap si perempuan bersuara 200 dB itu. Atau...inikah Barzah, dunia para arwah?

“Apakah nenek sudah bangun?”

Oh, syukurlah, tegur sapa itu mengalun selembut kidung romansa. Lagi-lagi, aku seperti ketiban pulung, nyatanya tidur lamaku tak mengubahku jadi mayit, jasad busuk dalam kafan yang menggulung.

Kukerjapkan mata. Kucoba pindai sosok berjubah tak bernoda laiknya utusan Tuhan yang taat. Atau jangan-jangan ia benar seorang malaikat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun