"Iya, Ki. Sama-sama," ucap dua pemuda itu.
Ki Sriram dan kelompoknya pun melanjutkan perjalanan menuju rumahnya. Keheningan malam mendominasi suasana Desa Merak. Semua warga tentu sedang larut dalam mimpinya masing-masing.
Ki Jeri meminta berhenti di sebuah lokasi yang terlindung sebelum mendatangi rumah Ki Sriram. Ia meminta Ki Wacik mengamati rumah Ki Sriram terlebih dahulu sebelum mendatanginya. Ketika Ki Wacik mengamati, pagar depan sedikit terbuka dan seorang penjaga yang belum pernah dikenal olehnya berjaga di situ. Walau begitu, Ki Wacik mengenal tanda prajurit magang yang dikenakan si penjaga muda.
Ketika Ki Wacik berjalan mendekat dan sekilas melirik situasi yang ada di balik pagar, ia terkejut. Ia melihat beberapa orang terduduk di tanah dengan tangan terikat.
"Permisi Nak, kamu prajurit magang yang datang bersama Ki Datok?" Ki Wacik bertanya.
Prajurit magang itu heran karena orang yang datang mengenali dirinya dan pemimpinnya. Ia pun bertanya, "Maaf, Anda ini siapa?"
"Saya pengawalnya Ki Sriram, kami baru saja datang," jawab Ki Wacik. "Sepertinya semuanya sudah terjadi dan sepertinya kawanan rampok itu berhasil ditangkap?"
"Oh begitu. Kalau begitu silahkan masuk, Ki," prajurit magang itu mempersilahkan.
Ki Wacik memberikan isyarat sebelum Ki Jeri dan Ki Sriram muncul dari tempat yang agak gelap di kejauhan. Mereka pun memasuki halaman.
Situasi bekas pertempuran pun terlihat. Sebagian taman di halaman depan terlihat berantakan. Beberapa patung hias tidak lagi utuh. Tanaman hias beberapa hancur terinjak-injak. Daun pintu depan utama tersandar di dinding, tidak pada tempatnya.
Lentera penerangan dinyalakan semua, memperlihatkan beberapa tubuh berbaring di lantai. Selain itu ada juga yang hanya duduk terdiam bersandar dinding. Di sisi lain ruangan dalam, terdapat dua tubuh yang seluruhnya ditutupi kain. Drama penyergapan ini ternyata sampai merenggut korban nyawa.