Mohon tunggu...
Jarang Makan
Jarang Makan Mohon Tunggu... Freelancer

Penggemar content manajemen, pengembangan diri, dan fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Meniti Jalanan Setapak 48

6 Agustus 2025   16:00 Diperbarui: 12 Agustus 2025   13:57 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Suasana emosi Ki Sriram yang mulai membaik, kini menjadi kacau kembali. Segarnya angin yang bertiup di pelataran itu tidak lagi ia rasakan. Pertemuan tak terduga dengan Vikra dan Bajra mengurangi nafsu makannya. Semenjak ia mengetahui dari informasi Widura bahwa Vikra dan Bajra adalah mata-mata kawanan perampok yang menargetkan dirinya, Ki Sriram ingin segera menghajar dua orang itu sampai mampus. Tapi sayangnya keinginan itu tidak bisa diwujudkan sembarangan.

Sesungguhnya pertemuan rombongan Ki Sriram dengan Vikra dan Bajra di kedai itu bukanlah sesuatu yang kebetulan. Dua mata-mata ini mendapat tugas mengintai aktivitas Ki Sriram, mereka memastikan agar perhiasan yang saat ini dibawa Ki Sriram tidak dirampok oleh kawanan lain di sepanjang perjalanan. Seperangkat perhiasan itu hanya boleh dirampok oleh kawanan mereka saja.

Tapi mungkin kurang tepat kalau dikatakan mereka akan merampok perhiasan tersebut. Lebih tepatnya uang hasil penjualannya. Ki Roso dan Kiwarkes rencananya akan menyergap Ki Sriram dalam perjalanan pulang.

Setelah ditimbang-timbang, merampas hasil penjualan lebih menguntungkan daripada merampas perhiasan. Bila mereka merampok perhiasan, mereka harus menjual atau melebur perhiasan tersebut sebelum menikmati hasilnya. Tapi jika mereka merampok uang penjualan, tentu tidak perlu ribet dengan perhiasan-perhiasan itu.

Lagi pula sejumlah perhiasan itu merupakan pesanan seorang bangsawan, bukan barang dagangan yang belum pasti terjual. Jadi sekembalinya dari Kadipaten, Ki Sriram pasti membawa banyak uang.

Karena Vikra dan Bajra menyamar sebagai pedagang perhiasan, maka mereka bisa mengawasi Ki Sriram dengan seolah menjadi teman seperjalanan dengan tujuan yang searah.

Sejak awal, mereka sudah memperkirakan alternatif jalur yang akan ditempuh Ki Sriram. Di Desa sebelumnya, mereka mengamati persimpangan desa dari posisi yang jauh di depan Ki Sriram. Ketika rombongan Ki Sriram memilih jalur, Vikra dan Bajra segera berangkat mendahului dan menunggu Ki Sriram di kedai yang sekarang ini mereka datangi. Dengan begitu, pertemuan kebetulan ini pun terjadi.

"Ki Sriram jadi berangkat ke Kadipaten Dulki hari ini ternyata," ujar Vikra berbasa-basi membuka percakapan. "Tahu begitu, kita bisa berangkat sama-sama."

Sambil menahan emosi, Ki Sriram menyahut ramah, "Memang Ki Vikra mau ke mana?"

"Saya mau ke Kadipaten Telaga Samara. Dengar-dengar di sekitaran situ ada pengerajin senjata yang cukup handal. Senjata karyanya katanya bagus-bagus. Kami ingin bertemu langsung dengannya," Vikra menjelaskan tujuannya.

Kadipaten yang disebutkan Vikra arahnya kurang lebih sama dengan arah yang akan dituju Ki Sriram. Sebagai sesama pedagang, biasanya akan merasa lebih aman jika ada teman seperjalanan. Tapi untuk saat ini hal tersebut tentu tidak berlaku bagi Ki Sriram. Bagaimanapun ia harus melepaskan diri dari dua orang ini.

"Bukankah Ki Vikra sudah lebih lama di sini? Apa tidak terlalu lama kalau harus menyertai rombongan saya?" Ki Sriram menyiratkan penolakan.

"Tak masalah, Ki Sriram. Kita tak terlalu terburu juga kok," sahut Bajra.

Ki Sriram tak bisa berkata-kata apa-apa lagi. Ia kebingungan. Bagaimana rencana menyudahi perjalanan ini lebih dini. Setelah dari Desa ini, rombongannya harus kembali ke Desa Merak untuk membantu menyergap kawanan perampok. Tapi sekarang, malah mata-mata mereka ada di hadapannya. Bahkan berkeinginan melakukan perjalanan bersama. Apa yang harus dilakukan untuk melepaskan diri dari dua orang ini? Saat Ki Sriram mempercepat putaran otaknya, mencari cara, Ki Jeri yang duduk di dekatnya tiba-tiba berucap.

"Jika memang Ki Vikra dan Ki Bajra tidak keberatan menunggu agak lama, bersedia bergabung dalam rombongan kami, kita harusnya berterima kasih kepada Anda sekalian."

Sambil berkata-kata, di bawah meja, Ki Jeri menendang kaki Ki Sriram secara perlahan. Ki Jeri berusaha memberi isyarat agar tuannya itu mengikuti alur pembicaraan yang tiba-tiba terlintas di kepalanya.

Ki Sriram keheranan, mengapa Ki Jeri malah terkesan mengundang dua orang ini? Bukankah seharusnya Ki Jeri membantu dirinya menolak keinginan Vikra? Namun isyarat dari Ki Jeri membuat Ki Sriram sementara ini menghilangkan semua kebingungan.

"Bukankah semakin banyak orang, akan semakin aman perjalanan," sambung Ki Jeri.

"Haha, justru kita yang seharusnya berterima kasih," sahut Vikra sambil tersenyum lebar.

Ki Sriram dan dua pengiringnya lanjut menyelesaikan hidangan bagian mereka. Sedangkan Vikra dan Bajra hanya duduk mengikuti perbincangan.

Tidak lama berselang Ki Jeri berkata, "Tuan Sriram, saya pesankan jajanan dan minuman lagi ya?"

Sebenarnya bukan hal yang biasa ketika Ki Jeri menawarkan tambahan camilan untuk Ki Sriram. Tapi setelah isyarat yang sebelumnya, Ki Sriram hanya bisa mengikuti saja.

"Boleh, jangan lupa pesankan untuk Ki Vikra dan Ki Bajra juga," sahut Ki Sriram.

"Baik Tuan," Ki Jeri langsung berdiri dan berjalan memasuki kedai.

Gerakan Ki Jeri begitu cepat. Ki Wacik yang akan menawarkan diri memesankan jajanan sampai tidak sempat melaksanakan niatnya. Vikra dan Bajra yang ingin menolak juga tidak sempat.

"Saya jadi nggak enak ini, jadi merepotkan," kata Vikra.

"Bukan apa-apa kok, Ki Vikra. Kita bersantai saja sambil menikmati makanan dulu," sahut Ki Sriram.

Sambil berjalan memasuki kedai, Ki Jeri berpikir. Jangan-jangan Vikra dan Bajra berencana akan merampas perhiasan yang dibawa Ki Sriram di tengah perjalanan. Mungkin saja nanti di depan sana sudah ada sebagian dari kawanan mereka menunggu di suatu tempat. Akan lebih baik kalau Vikra dan Bajra ini diringkus saja dulu. Butuh tambahan pengawalan untuk memastikan keberhasilan rencana ini. Harusnya Ki Pemilik Kedai ini mengenal para pengawal upahan di Desa ini. Semoga saja ada di antara mereka yang sedang tidak ada kerjaan.

"Permisi, Ki," Ki Jeri mendatangi Pemilik Kedai yang sedang menata jajanan yang sepertinya masih hangat.

"Apa yang bisa saya layani, Tuan?"

"Yang pertama, kami ingin memesan satu wadah jajanan dan minuman untuk lima orang yang duduk di luar situ, Ki," Ki Jeri berkata sambil menunjuk ke suatu arah.

"Siap, Tuan. Lalu yang kedua?" Ki Pemilik itu menjawab dan bertanya sekaligus sambil tersenyum.

"Apakah saat ini sekiranya ada pengawal upahan yang sedang nggak ada kerjaan? Mungkin Anda punya kenalan? Kami butuh untuk hari ini."

"Wah kebetulan sekali, Tuan. Sepupu saya seorang pengawal upahan. Sekarang sedang tidak ada kerjaan. Ia tinggal di rumah belakang," jawab Ki Pemilik langsung. "Kalau memang mendesak, mari saya antar ke belakang."

"Mantap, Ki. Kalau begitu mohon antarkan saya," Ki Jeri menyahut antusias.

Ki Pemilik melimpahkan pesanan Ki Jeri kepada istrinya sebelum mengantar Ki Jeri masuk lebih dalam, menuju bagian belakang kedai yang juga merangkap rumah tersebut. Di bagian belakang kedai terdapat dua bangunan lain yang agak terpisah. Satu bangunan digunakan untuk tempat tinggal dan bangunan lainnya disewakan per kamar. Sepasang suami-istri terlihat duduk di teras salah satu rumah. Usia mereka sepantaran dengan usia Ki Pemilik Kedai. Perawakan sang suami terlihat kekar dan gagah.

Pemilik Kedai itu memperkenalkan saudara sepupunya yang bernama Ki Soros itu kepada Ki Jeri. Setelah membantu Ki Jeri menyampaikan maksudnya, Pemilik Kedai pun meninggalkan Ki Jeri di teras rumah tersebut.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun