Mohon tunggu...
Jarang Makan
Jarang Makan Mohon Tunggu... Freelancer

Penggemar content manajemen, pengembangan diri, dan fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Meniti Jalanan Setapak 45

18 Juli 2025   16:23 Diperbarui: 24 Juli 2025   14:55 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Malam pekat, prajurit yang menguntit dua mata-mata gerombolan perampok itu berhenti di tepian lahan persawahan. Ia tidak bisa terus menguntit karena tidak ada benda yang bisa digunakan untuk bersembunyi di situ. Samar terlihat ada sebuah gubuk terbuka yang tidak terlalu jauh dari tempatnya berdiri. Dua mata-mata itu berjalan menuju ke arah gubuk.

Ketika diperhatikan dengan seksama, di gubuk itu telah ada seseorang yang duduk di situ. Tiga orang itu pun bertemu dan membicarakan sesuatu. Agak lama prajurit penguntit memperhatikan gerak-gerik tiga sosok itu dari balik sebuah pohon.

Prajurit pengintai bertanya dalam pikirannya sendiri, bertemu dengan siapa dua pengintai itu. Bukankah seharusnya setelah mereka melakukan pengintaian, mereka harus segera kembali ke persembunyian mereka di hutan, melaporkan hasil pengamatan mereka. Atau mungkin dua orang ini khusus ditugaskan di luar persembunyian sebagai mata dan telinga kawanan itu. Bila memang seperti itu, maka seseorang yang menunggu di gubuk adalah penghubung antara pengintai dan persembunyian mereka.

Tiga orang di gubuk itu kemudian berpisah. Dua orang pergi ke satu arah dan yang sisanya pergi ke arah yang berlainan. Sampai di sini prajurit penguntit kehilangan jejak mereka.

Hingga langit merona jingga di pagi hari, tidak ada lagi kejadian berarti di kediaman Ki Sriram. Widura telah terbangun sedari tadi. Ia telah mengisi air jambangan dan sekadar membasuh muka menyegarkan diri. Karena kebiasaan di rumahnya, Widura mengambil sebuah sapu dan membersihkan dedaunan yang berjatuhan di halaman samping rumah Ki Sriram. Ketika seorang pembantu meminta Widura untuk menghentikan aktivitasnya, Widura menolak dengan halus. Akhirnya dengan rasa sungkan pembantu itu merelakan tindakan Widura. Maka ia pun mengambil sapu lainnya dan membersihkan bagian depan.

Setelah halaman itu terlihat bersih, Widura meletakkan sapu di tempatnya. Ia lalu menggerakkan kaki dan tangannya, melatih pukulan, tendangan, dan kelincahan tubuhnya.

Bersamaan di waktu itu Bondalika keluar dari pintu samping dengan mata yang masih mengantuk. Tidak biasanya ia bangun sepagi itu. Tapi karena saat membuka mata ia tidak menjumpai sosok Widura di peraduan, ia jadi memaksa diri untuk bangun. Ternyata ia jumpai kawannya itu telah beraktivitas di halaman samping rumahnya.

"Hoaamm! Setiap hari apakah kamu selalu seperti ini?" Bondalika bertanya ke Widura sambil masih menguap.

"Ya begitulah. Hehe," jawab Widura sambil masih berlatih.

"Lalu katamu kemarin kamu dan teman-temanmu pergi berburu. Dapat hewan buruan apa saja?"

"Aku nggak mendapat apa-apa. Mungkin karena di hari itu di wilayah hutan itu hewannya sudah diburu oleh gerombolan perampok. Dan lagi pula aku dan teman-temanku enggak melanjutkan perburuan. Jadi, bagaimana bisa mau dapat hewan buruan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun