Untuk tanah masa lalu yang kau ukir lewat semestaku
Ku galih beberapa masa meski sebutir jemari
Kemudian dalam bingkai jendela, serupa cinta hilang
Lalu melalui tanahmu yang gersang  bersama  waktu yang telah usang
Pada daun, sungai, serta lautan dan daratan
Atas burung burung beterbangan hingga nafasnya tak beraturan
Masihkah langitmu menjelma pada metafora pada malam malam sebelumnya?
Elegi ini masih menjadi cerita hingga kau pergi membawa lara
Namamu tinggal separuh karena jatuh namun tak ingin runtuh
Kita sepakat bahwa cinta adalah ideologi kebebasan
Sebuah paham  dimana manusia akan selalu tunduk patuh
Tanpa paksaan dan kekerasan, katamu penuh keyakinan
Kepada hari di kesejukan pagi, kepada rindu di penghujung waktu
Ada  matahari di bening matamu
Ada bintang di kelam indah garis rambut lurusmu
Tentang bahagia yang terbagi, perihal hati tak ingin pergi
                                            Â
Kau bertahan di keegoisan sementara aku tak lebih pejuang yang kalah dari kesepian
Sebab hatimu telah lama membeku dalam racikan kenangan
Jika melupakan adalah tentang perpisahan,
Maka aku salah satu orang yang gagal melakukannya
Ttd, Muhammad Irfan Fauzi
25 Juni 2019
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI