Hari pertama, narasinya masih wajar. "Pak Camat peduli rakyat kecil. Buktinya jalan kampung diperbaiki." Aku post pakai akun Budi Santoso. Dapat like lumayan.
Hari kedua, mulai agresif. "Lawan politik hanya bisa janji. Tidak ada bukti kerja nyata." Aku post pakai akun Sri Wahyuni.
Hari ketiga, lebih personal. "Ketua RT sebelah ternyata punya istri simpanan. Katanya alim, ternyata munafik."
Aku ragu. "Bang, ini beneran? Apa cuma fitnah?"
Bang Rizal ketawa. "Lo kerja aja. Urusan benar salah, itu bukan tanggung jawab lo. Lo cuma eksekutor. Gue yang tanggung jawab."
Aku diam. Lima juta. Aku butuh uang itu. Ya. Lima juta.
***
BULAN kedua, pekerjaanku makin serius. Bang Rizal minta aku bikin hashtag trending. #TolakPakJahil. Pak Jahil adalah kandidat lawan majikan Bang Rizal di Pilkada Kabupaten.
Aku bikin ratusan tweet dengan hashtag itu. Pakai semua akunku. Koordinasi dengan buzzer lain. Dalam tiga jam, hashtag itu trending nasional.
Keesokan harinya, media mainstream memberitakan. "Masyarakat menolak Pak Jahil karena dianggap tidak kompeten."
Padahal masyarakat itu cuma aku dan puluhan buzzer lain yang dibayar.