Mohon tunggu...
I NYOMAN MAHA BUDHI SUJANA
I NYOMAN MAHA BUDHI SUJANA Mohon Tunggu... Mahasiswa S2 Pendidikan IPA

Mahasiswa Pascasarjana yang mendalami kajian Pendidikan Sains. Memiliki minat pada pengembangan kurikulum, filsafat sains, dan analisis kebijakan pendidikan. Saya menggunakan platform ini untuk menuangkan hasil refleksi, analisis kritis, serta eksplorasi ide-ide baru di persimpangan antara sains, teknologi, dan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Merangkai Ontologi Epistemologi dan Aksiologi dalam Pendidikan yang Bermakna

13 September 2025   18:48 Diperbarui: 13 September 2025   21:05 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru dan Siswa dengan Nilai Karakter, Seperti Kejujuran, Kerja Sama

Ontologi (Hakikat): Manusia adalah bagian tak terpisahkan dari ekosistem. Alam bukanlah objek eksploitasi, melainkan amanah.

  • Epistemologi (Metode): Pembelajaran dilakukan dengan mengajak siswa turun langsung ke sungai yang tercemar (empiris), menganalisis data kualitas air (rasionalis), dan merancang proyek aksi bersih-bersih atau kampanye lingkungan (konstruktivis).

  • Dengan kerangka ini, pembelajaran menjadi utuh, mendalam, dan transformatif. Siswa tidak hanya tahu tentang masalah lingkungan, tetapi mereka memahami hakikatnya, mengalami dampaknya, dan tergerak untuk melakukan sesuatu berdasarkan nilai-nilai yang mereka yakini.

    Diagram Venn Ontologi--Epistemologi--Aksiologi Yang Saling Beririsan
    Diagram Venn Ontologi--Epistemologi--Aksiologi Yang Saling Beririsan

    Mengapa refleksi filosofis ini penting bagi Indonesia? Di tengah derasnya arus perubahan dan tantangan zaman, kita membutuhkan jangkar yang kuat. Memahami tiga pilar filsafat ini memberikan sejumlah manfaat konkret:

    1. Filsafat pendidikan membantu kita merumuskan secara sadar karakter seperti apa yang ingin kita bangun. Pendidikan tidak hanya soal mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi juga memajukan kebudayaan dan membentuk watak peradaban yang bermartabat.
    2. Guru tidak lagi hanya menjadi tukang yang menjalankan kurikulum, tetapi menjadi seorang profesional yang mampu berpikir kritis tentang praktiknya, menyesuaikan metode dengan hakikat siswa, dan senantiasa menghubungkan pembelajarannya dengan nilai-nilai luhur.
    3. Kurikulum tidak akan lagi dilihat sebagai daftar mata pelajaran yang terkotak-kotak, melainkan sebagai sebuah perjalanan terintegrasi untuk mencapai tujuan kemanusiaan yang lebih tinggi.
    4. Kebijakan pendidikan, mulai dari sistem evaluasi hingga pelatihan guru, akan didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang hakikat manusia dan tujuan pendidikan, bukan sekadar respons reaktif terhadap tren sesaat.

    Pada akhirnya, pendidikan yang dilandasi oleh filsafat yang kokoh akan menghasilkan lulusan yang tidak hanya unggul dalam kompetensi teknis, tetapi juga matang dalam karakter, bijaksana dalam bertindak, dan memiliki tujuan hidup yang jelas. Mereka adalah individu yang siap menghadapi masa depan bukan karena mereka tahu semua jawaban, tetapi karena mereka tahu bagaimana cara bertanya, bagaimana cara belajar, dan untuk apa mereka hidup.

    Nilai Kemanusiaan, Empati, Kerjasama dalam Konteks Pendidikan
    Nilai Kemanusiaan, Empati, Kerjasama dalam Konteks Pendidikan

    Membicarakan ontologi, epistemologi, dan aksiologi mungkin terasa seperti sebuah perjalanan intelektual yang rumit. Namun, pada intinya, ini adalah sebuah undangan untuk kembali ke akar, untuk bertanya pada diri kita sendiri tentang hal-hal yang paling esensial dalam pendidikan.

    Sebagai pendidik, mari kita sejenak berhenti dari rutinitas mengajar dan mulai bertanya: Apa sesungguhnya yang saya yakini tentang siswa saya? Bagaimana cara terbaik bagi mereka untuk belajar dan bertumbuh? Dan warisan nilai apa yang ingin saya tinggalkan dalam diri mereka?

    Sebagai orang tua, mari kita bertanya: Pendidikan seperti apa yang sesungguhnya kita inginkan untuk anak-anak kita? Apakah sekadar nilai rapor yang tinggi, ataukah pribadi yang utuh dan bahagia?

    Dengan terus-menerus merefleksikan ketiga pilar ini, kita tidak hanya akan menjadi praktisi pendidikan yang lebih baik, tetapi kita juga turut serta dalam sebuah ikhtiar mulia: merangkai sebuah sistem pendidikan yang tidak hanya mencerdaskan akal, tetapi juga mencerahkan jiwa.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
    Lihat Pendidikan Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun