Kulangkahkan kakiku dengan gontai meninggalkan kamar itu.
***
Dari dalam kamar aku menengadah, menatap langit. Takada yang berbeda dengan senja ini, tetap saja perlahan datang, lalu tiba-tiba ditelan rembulan.
Awan gemawan begitu tipis. Bulan sabit tidak tampak seluruhnya. Hanya ujungnya saja yang kelihatan mencolok.
Sementara di bawah sinarnya, ada sepasang mata memandangku dari balik biang. Tiba-tiba aku ingin mengamatinya dari sisi yang lain.
Agaknya aku salah menafsirkan. Namun, yang tampak bagiku sebuah lentera.
Bergegas aku keluar menuju balik biang. Kudapati seorang anak membawa lentera tersenyum kepadaku.
"Siapa Kau?"
"Aku Calla. Ikut aku, yuk!"Â ajaknya dengan menggandeng tanganku.
Kami berlari dengan pesat. Namun, iringan kaki sesaat mendarat lambat ketika kusadari kami menuju kearah lorong kamar terlarang itu.
"Calla kenapa kita kemari? Ibu melarangku untuk mendekati tempat ini."