Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kamar Pendusta

19 Juni 2021   11:55 Diperbarui: 19 Juni 2021   12:11 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kulangkahkan kakiku dengan gontai meninggalkan kamar itu.

***

Dari dalam kamar aku menengadah, menatap langit. Takada yang berbeda dengan senja ini, tetap saja perlahan datang, lalu tiba-tiba ditelan rembulan.

Awan gemawan begitu tipis. Bulan sabit tidak tampak seluruhnya. Hanya ujungnya saja yang kelihatan mencolok.

Sementara di bawah sinarnya, ada sepasang mata memandangku dari balik biang. Tiba-tiba aku ingin mengamatinya dari sisi yang lain.

Agaknya aku salah menafsirkan. Namun, yang tampak bagiku sebuah lentera.

Bergegas aku keluar menuju balik biang. Kudapati seorang anak membawa lentera tersenyum kepadaku.

"Siapa Kau?"

"Aku Calla. Ikut aku, yuk!" ajaknya dengan menggandeng tanganku.

Kami berlari dengan pesat. Namun, iringan kaki sesaat mendarat lambat ketika kusadari kami menuju kearah lorong kamar terlarang itu.

"Calla kenapa kita kemari? Ibu melarangku untuk mendekati tempat ini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun