Aku hidup dalam ilusi dunia yang itu adalah fatamorgana
Renungkanlah, wahai jiwa yang terluka,Ramadan adalah saat yang tepat untuk bermula.Perbaiki diri, tingkatkan kebaikanmu,Dan jauhi segala dosa
Elok wajah terukir dalam nestapa. Menuju kian meramu
Aku selalu mengira perjumpaan kita pasti punya alasan. Betul, kamu datang hanya ingin memberiku sebuah pelajaran.
Meskipun bagai fatamorgana, mencoba membangun rumah hemat energi adalah salah satu bentuk langkah peduli pada kelestarian bumi.
Harapan terwujudnya netralitas hanyalah fatamorgana.
Jika Rabb-ku meridhai, kita akan bertemu di taman keabadian
Nyaring membahana ayat-ayat fatamorgana. Bertebaran di alam raya. Hanya untuk kebenaran semu
Dalam kebebasan berekspresi dan berkomunikasi yang hampir tanpa batas, istilah dan tradisi dialog pun menjadi langka dan asing ditemui lagi
Aku tidak membutuhkan, mahluk menyedihkan semacam kamu.
Setiap saat ke dalam kehidupan kita hadir fatamorgana, sesuatu yang seperti tampak memesona yang ternyata hanya ilusi.
Namun tetap kau lena tidur dengan hangatnya selimut yang kupakai untuk malammu yang dingin.
Terbangun kala mentari mengintip. Ah, kembali mengejar kehidupan. Berlomba-lomba menuju kesuksesan
Kering mulai terasa Tanaman ada yang kering rindukan air Hujan bukan andalan lagi tuk setiap saat hampiri
Hikmah sholat tarawih malam kedua puluh satu adalah Allah akan membangunkan rumah di surga dari cahaya
Menjelang senja, Kulangkahkan kaki menuju stasiun kereta, Jalanan ramai angkutan kota
Jangan biarkan sebuah keputusan bersama menjadi pelan merobek oleh sebuah inkonsistensi
Puisi ini bercerita tentang mencintai suami orang, lalu mundur teratur, setelah banyak pertimbangan dan sebagainya.