Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kamar Pendusta

19 Juni 2021   11:55 Diperbarui: 19 Juni 2021   12:11 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berkas cahaya dari celah jendela kamar yang gelap (Sumber: pixabay.com)

"Itu hanya gudang. Dalamnya kotor. Jangan pernah Kamu mencoba masuk seperti kemarin! Asmamu bisa kambuh kalau Kamu berani coba masuk ke sana."

Aku sadari ibu berbohong. Ibu selalu meremas tangannya setiap kali berbohong dan gelisah.

Lagipula kamar itu bukan gudang yang terlihat di pandanganku semalam. Terlebih lagi barang-barang yang sudah tidak terpakai diletakkan ibu di kamar dekat dapur.

Saat mentari bersinar di puncak peraduannya, ibu sedang berbincang dengan tante Irma melalui telepon seluler. Kala ini adalah waktu emas bagiku untuk mencuri kunci kamar itu.

Ibu dan tante Irma selalu berbincang dengan memakan waktu yang cukup lama. Diam-diam aku masuk ke kamar ibu dan mengambil kunci kamar itu, lalu aku bergegas berlari tergopoh-gopoh untuk membukanya.

Hatiku seperti tabuhan genderang perang. Keringatku bercucuran, ada kengerian dan antusias yang merasuk sukmaku.

Kubuka pintu itu perlahan dengan menahan nafasku.  Di balik pintu kusaksikan seorang anak gadis seusiaku terbaring dengan wajah menatap tembok kamar.

Rambut hitam panjangnya terurai, kulitnya pucat, bajunya tampak kumal, selang infus tertancap di tangannya dan di meja sampingnya ada lentera menyala redup.

Semerbak bau anyir menusuk inderaku dan kamar ini terbilang cukup sederhana. Aku coba menyentuh tubuhnya dan memanggilnya lirih.

"Hai, apa kau baik-baik saja?" tanyaku dengan bergidik.

Rasa dingin menjalar ke sekujur tubuhku. Tak bersuara dan hening menyergap sukma. Aku mencoba melihat wajahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun