Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

4 Dilema Pertumbuhan Populasi Manusia, Antara Persaudaraan Universal dan Kepentingan Individu Negara

18 November 2022   21:07 Diperbarui: 19 November 2022   11:42 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi jumlah populasi manusia di dunia telah mencapai angka 8 miliar. Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Alasan kekhawatiran itu bukan karena bumi ini terlalu kecil untuk jumlah manusia 8 miliar itu, tetapi menurut saya karena konsep manusia tentang kehidupan itu yang tidak pasti. 

Setiap negara penghuni bumi ini merasa seakan-akan sudah merebut bagian bumi menjadi milik pribadinya.

Problem kepadatan penduduk akhirnya dilihat sebagai problem perluasan wilayah negara. Di sanalah akar dari okupasi sejak dulu jaman kerajaan Romawi hingga sekarang, paling aktual adalah cerita Rusia dan Ukraina.

Persoalan hak milik bumi, kekuasaan dan kepadatan penduduk suatu negara tidak bisa menemukan solusi global yang mantap tanpa dilandasi dengan dasar konsep dan spiritualitas persaudaraan yang universal.

Ya, manusia mungkin telah kehilangan rasa, solidaritas dan persaudaraan universal. Solusi kepadatan penduduk suatu negara, hanya bisa menemukan titik terang dengan menggunakan alat kekuasaan, tanpa dialog persaudaraan.

Jika sampai pada kenyataan seperti itu, tentu sangat jelas, bahwa jumlah populasi 8 miliar sungguh merupakan persoalan dramatis dunia saat ini. Persoalan pertumbuhan populasi itu sangat mungkin menjadi persoalan perebutan wilayah negara.

4. Apakah tidak mungkin adanya program pemerintah terkait pembatasan angka kelahiran?

Program pembatasan angka kelahiran mungkin bisa diberlakukan hanya untuk konteks Indonesia atau negara-negara lainnya, namun kalau dikritisi, mungkin ada titik lemahnya.

Eropa tentu saja akan menolak keras gagasan program pembatasan angka kelahiran. Tentu saja bukan karena bahwa program itu tidak baik, tetapi bentuk pemaksaan itu sudah pasti dianggap tidak baik dan tidak benar dalam konteks kebebasan pribadi mereka untuk menentukan hidup mereka sendiri. Kebebasan (Freiheit) itu kata kunci mereka yang tidak boleh dipaksakan.

Eropa sudah berbeda pola hidup dan kesadaran mereka, kalau tidak mau dibilang aneh. Kebanyakan pasangan muda lebih memilih kerja dan kerja, daripada berpikir punya anak. Berbeda dengan orang Indonesia, belum menikah saja sudah punya anak. Ya, itu kenyataan.

Lagi-lagi itu dilema yang bisa sangat berbeda-beda sesuai dengan latar belakang cara pikir masing-masing orang dari masing-masing negara.

Solusi di tengah kegalauan populasi 8 miliar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun