Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada 3 Alasan Mengapa Orang Perlu Belajar Menerima "Gol Bunuh Diri"

17 Juni 2021   15:22 Diperbarui: 18 Juni 2021   02:17 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dari: BolaSport.com

Selain orang perlu belajar dari cerita gol bunuh diri dalam dunia sepak bola, ternyata orang perlu juga belajar tentang  "gol bunuh diri" dalam dunia tulis-menulis dan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Laga pertandingan euro 2020 tim kesebelasan Perancis melawan tim kesebelasan Jerman pada 15 Juni 2021, pukul 21.00 malam waktu Jerman menyisakan ungkapan "Gol bunuh diri." 

"Gol bunuh diri" dalam konteks sepak bola secara khusus dalam laga pertandingan Jerman vs Perancis dialami oleh Tim Jerman. Pekik riang dan sorak sorai berubah senyap.

Dalam ruang nonton bersama kami terdengar nada kekesalan dari seorang teman asal Bayern yang khas, "mene, mene, mene...sambil membanting kakinya pada lantai."

Itu cara khas dia mengungkapkan kekesalan yang hampir semua teman serumah tahu itu. Menarik sekali bahwa ia selalu menempati tempat yang sama dan terlihat pada bagian lantai tempat ia duduk ada goresan pada lantai, oleh karena sentuhan tumit sepatunya yang keras.

Gol bunuh diri selalu menimbulkan kekesalan dan kekecewaan. Meskipun demikian, hampir pasti bahwa tidak ada orang yang berani dengan sengaja melakukan gol bunuh diri.

Dalam ulasan ini, akan diperlihatkan beberapa perbedaan makna gol bunuh diri dari tiga konteks berbeda, sebagai berikut:

1. Gol bunuh diri di lapangan bola

Gol bunuh diri di lapangan bola lebih tepat disebut sebagai tindakan yang dilakukan tidak dengan sengaja. Dalam konteks pertandingan Jerman vs Perancis terlihat sekali bahwa Mats Hummels berusaha mengatasi situasi sulit di depan gawang dan daerah pertahanannya, namun ternyata bola melesat ke gawangnya sendiri.

Gol tentu merupakan target yang diusahakan oleh setiap pemain, namun terkadang tendangan ataupun sundulan meleset tanpa tujuan hingga membawa kerugian sendiri atau melesat ke gawang sendiri. 

Drama kekalahan Jerman dalam laga melawan Perancis tidak dapat dipisahkan dari cerita gol bunuh diri.  Nah, itulah sebuah kenyataan di lapangan bola yang dimengerti secara lurus tanpa kiasan. Ya, suatu tendangan yang tidak dengan sengaja hingga bola memasuki gawang sendiri.

2. Gol bunuh diri dalam kehidupan sehari-hari

Berbeda lagi ketika, "gol bunuh diri" dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Gol bunuh diri bukan lagi sebagai satu ungkapan yang dimengerti sama seperti dalam konteks sepak bola, tetapi juga bisa menggambarkan suatu keadaan yang merugikan diri sendiri.

Seorang teman dari India yang sama-sama menyaksikan pertandingan Jerman vs Perancis kemarin masih juga berani-berani main taruhan 50 euro bahwa Jerman akan tetap menang meskipun keadaan sudah 1-0 di babak kedua. 

Saya sebenarnya sudah menawarkan kepadanya, sebaiknya taruhan itu dibatalkan, namun ia tetap nekad. Saya pun menyetujui itu, pada akhirnya, ya seperti "gol bunuh diri."Keyakinannya berubah sekejap menjadi suatu kerugian. 

Kenekatannya berujung pada kekalahannya sendiri. Memang terkadang orang tidak perlu terlalu memaksakan kehendak, karena jika terlalu dipaksakan, maka yang terjadi justru tidak pernah sesuai dengan yang diharapkan. 

Dalam konteks ini, "gol bunuh diri" dimengerti dalam arti kiasan sebagai suatu keadaan yang terjadi berbanding terbalik dari apa yang diyakini seseorang setelah belum lama orang itu mengatakan sesuatu secara begitu meyakinkan.

3. Gol bunuh diri untuk penulis

Sekalipun "gol bunuh diri" mudah dibicarakan dalam konteks kehidupan sehari-hari yang umum, saya pikir mungkin baik, jika lebih spesifik lagi menghubungkan ulasan tentang "gol bunuh diri" ini dengan aktivitas tulis-menulis.

 Terkadang orang mengalami entah dari pengalaman sendiri atau juga pengalaman orang lain bahwa tataran ide memang bisa bagus dan tinggi, namun jika sendiri hadapi ternyata orang sebenarnya tidak sanggup.

Orang bisa saja menulis bagus tentang menjadi pendengar yang baik misalnya, namun pada kenyataannya belum tentu penulis itu sendiri bisa menjadi pendengar yang baik.

Kegagalan dalam mewujudkan apa yang ditulis sebenarnya adalah sisi bayangan atau Schattenseite dari orang membangun personal branding. Gagal membangun personal branding yang sudah ditargetkan bisa jadi adalah "gol bunuh diri."

Karena itu, sebetulnya sungguh sulit menulis dengan pesan edukasi berdasarkan pengalaman pribadi atau sekurang-kurangnya orang menulis karena ia sendiri telah menghayatinya. 

Sampai pada kesadaran seperti itu, ternyata menulis itu ada hubungannya juga dengan proses menjadi baik, benar dan selaras antara kata-kata dan kenyataan hidup.

Mengapa orang perlu menerima gol bunuh diri?

1. Dalam konteks sepak bola: belajar menerima kesalahan dan kedisiplinan

Gol bunuh diri tidak bisa didiskusikan lagi, selain orang perlu belajar menerima kesalahan atau kekeliruan yang sudah terjadi. Belajar menerima kesalahan satu orang sebagai kesalahan bersama sebagai tim. 

Solid dan tidaknya suatu tim sepak bola bisa saja dilihat dari gairah mereka setelah gol bunuh diri itu. Kesiapan mental mesti sampai pada kemampuan untuk menerima kesalahan yang tidak disengaja oleh satu orang.

Kemampuan untuk menerima atau annehmen selalu penting agar satu kesalahan tidak mengguncang keseluruhan mental tim dalam bermain.

Daya optimisme satu tim bermain tidak boleh pupus hanya dengan satu kesalahan seperti gol bunuh diri. Justru dari gol bunuh diri itu, orang perlu belajar tentang kedisiplinan di daerah pertahanan sendiri untuk menghindari kesalahan-kesalahan fatal.

2. Dalam konteks kehidupan sehari-hari: belajar menjadi seimbang dalam cara pandang tentang hidup dan waspada untuk lebih baik lagi

Selain orang belajar disiplin diri dari cerita gol bunuh diri dalam dunia sepak bola, ternyata orang perlu juga belajar tentang menghadapi kebetulan-kebetulan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Masing-masing orang akan sadar seberapa sering ia mengalami kebetulan-kebetulan dalam hidupnya. Kebetulan-kebetulan itu tidak selamanya berdampak buruk, tetapi ada juga kebetulan yang baik dan menguntungkan. 

Suatu hari kebetulan diajak teman untuk pergi ke wilayah perkebunan, saya waktu itu kebetulan punya waktu juga. Kami berangkat ke sana. Kebetulan sekali tempat yang kami lalui sangat indah dan kebetulan ada tempat parkirnya di sana, maka kami bisa berhenti untuk memotret pemandangan indah itu. 

Ini cuma satu contoh nyata terkait kebetulan yang saya alami baru-baru ini. Saya hanya mau mengatakan bahwa jika orang punya cara pandang yang Positif, maka orang akan melihat "gol bunuh diri" pun bisa menjadi sesuatu yang positif. 

Pertanyaan sederhananya seperti ini, jika orang menerima kebetulan yang membuat orang itu senang dan gembira, mengapa orang tidak juga menerima kebetulan yang membuat ia kecewa? 

Saya yakin sekalipun "gol bunuh diri" ada dalam konteks kehidupan sehari-hari manusia, namun gol bunuh diri seperti itu tidak akan lebih sering terjadi daripada kebetulan - kebetulan yang menghasilkan rasa senang dalam diri manusia. 

Oleh karena itu alasan mengapa orang menerima "gol bunuh diri" sebenarnya bisa jadi itu suatu peringatan (Warnung),  agar orang tidak menjadi sombong, tetapi ia bisa juga mengalami hal yang lain atau semacam kegagalan, yang pada gilirannya membantu orang mencapai hal yang lebih bagus lagi. 

3. Dalam konteks menulis: belajar mengolah hati untuk menemukan disposisi batin yang selaras antara kata dan tindakan

Dalam konteks menulis mungkin perlu disadari juga ada "gol bunuh diri" yang perlu dialami. Aneh bukan? Saya mengatakan perlu dialami dan bukan dibuat atau diciptakan. 

Kenyataan "gol bunuh diri" memang tidak bisa dihindari juga kalau pada saatnya memang sudah terjadi. Dalam banyak orang mengalami itu, namun bagi saya pengalaman penting dan berarti adalah gol bunuh diri dalam arti menulis hal yang belum dihayati. 

Sering saya menjumpai pengalaman yang sungguh menantang untuk menghadapi itu secara konkret. Terkadang sempat berpikir seperti ini, "menulis sebuah ide mungkin lebih mudah, ketimbang menulis sesuatu yang sendiri bisa dilakukan. 

Orang perlu bukti kan dengan cara seperti ini, cobalah kamu menulis tentang" memaafkan orang lain atau memaafkan teman. Tulisanmu mungkin bisa vote headline, tapi beberapa hari kemudian, tiba-tiba ada pertengkaran luar biasa dan kamu bisa saja menolak permintaan maaf teman kamu. 

Baru tersadar beberapa jam kemudian, "kenapa ya, padahal baru-baru ini saya pernah menulis tentang memaafkan teman, tapi saya kok tidak bisa memaafkan." Nah, inilah yang saya namakan "gol bunuh diri" dalam konteks tulis-menulis. Orang bisa menulis, tapi jangan lupa bersiap-siaplah untuk menghadapi konfrontasi batin setelahnya. 

Jika penulis itu benar-benar jujur, saya yakin pernah mengalami "gol bunuh diri." Kalau benar-benar tidak pernah mengalaminya, maka Andalah satu-satunya penulis sejati, yang tidak lagi membutuhkan proses mengolah batin hingga menemukan disposisi batin yang benar-benar selaras antara kata-kata yang tertulis dan kenyataan sehari-hari. 

Ulasan ini berangkat dari pengalaman pribadi yang mungkin juga tidak jauh berbeda dengan pengalaman teman-teman lainnya, bahkan saya percaya masih ada juga aspek lain yang bisa disoroti oleh penulis lain terkait makna ungkapan "gol bunuh diri." Demikian 3 arti dari "gol bunuh diri" dalam tiga konteks berbeda dan 3 alasan mengapa orang perlu mengalami "gol bunuh diri." 

Salam berbagi, ino, 17.6.2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun