Mohon tunggu...
Imam Fajar
Imam Fajar Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Fotografer

Mahasiswa Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang suka musik, travelling, foto/videografi, nulis, baca, tapi bisanya cuma di balik layar.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ratapan Keadilan

10 Maret 2020   17:48 Diperbarui: 10 Maret 2020   17:57 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dari rakyat yang semakin hari semakin sekarat oleh para keparat.

Hari demi haru
Hidup tambah mengantuk,
sebab semesta belum jemu menyanyikan semu.
Apa yang bersembunyi pada awan-awan yang masih saja menutupi dirinya dari air mata tuhan.
Cuaca bulan ini kering kerontang,
seraya udara abu-abu terlampau jelas menyesakan dada.

Betapa bumi sedang dahaga,
menyaksikan suara-suara lantangkan derita persahutan.
Mungkin alam sedang marah,
Ini adalah alasan mengapa tanah kehilangan basah,
Angkasa kelabu oleh kabut muram tak jernih di pandang.

Pancasila hanyalah menjadi simbol belaka,
Karena kenyataannya kami tertekan serta hidup terjerat.
Kami adalah rakyat melarat dan semakin sarat
Akibat ulah birokrat serta para pejabat yang berkhianat.
Ia tak lain hanya aparat yang haus akan kekuasaan tanpa ada batas-batasan yang sehat.

Kami butuh keadilan yang nyata!
Kami butuh kehidupan yang sejahtera,
tanpa adanya pembeda yang celaka.
Berikanlah hak kami wahai penguasa!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun