Walaupun dikenal garang, namun hingga kini, kata dia, belum ada kasus Kera menyerang dan menggigit warga. Lantaran pada umumnya Kera sangat takut kepada manusia. Untuk itu, saat lapar pun Kera hanya mengekspresikan dengan mencuri buah kelapa atau tanaman lainnya yang biasanya dimakan.
"Iya, sampai saat ini belum ada kasus seperti itu (menyerang warga, pen). Tapi, lebih ke mencuri hasil kebun," Akunya.
Jama bilang, jika bukan sistem zona, praktis ribuan Kera yang berkumpul dan menyerang kebun kelapa dan berpindah tempat dan melakukan hal yang sama pasti para petani frustasi.
Dengan pembagian zona berdasarkan habitat tersebut, sehingga warga kerap menyaksikan hanya puluhan ekor Kera yang secara bergerombol keluar dan merusak tanaman warga; di lahan perkebunan di pesisir pantai, maupun di belakang perkampungan dengan jarak yang sangat jauh.
Soal perilaku Kera yang kerap merusak tanaman, diakui Jamal, memantik kemarahan para petani. Karena, rata-rata Kera memang dikenal suka menakal, seperti mencabut dan menggigit bibit kelapa yang baru ditanam oleh petani, maupun sekadar memakan tunasnya.
Begitupun untuk buah kelapa muda, Kera sangat menyukai, sehingga walaupun kelapa dengan ketinggian 20 meter, Kera selalu nekat untuk naik dan mengambil buahnya, lalu menjatuhkan ke tanah.
Sehingga, jika warga mendatangi kebun mereka dan mendapati buah kelapa muda yang berhamburan di tanah. Mereka tidak mencurigai orang lain, karena mereka punya pemikiran yang sama: pasti Kera yang nakal.
"Jadi, jika tidak sering bepergian ke kebun kelapa, maka dipastikan hasil panen bakal sangat berkurang," ujarnya.
Dia menjelaskan, jika pohon kelapa yang luput dari gangguan Kera, praktis hasil panennya mencapai 1 Ton atau lebih. Namun, jika diganggu oleh Kera, maka hasil panennya merosot drastis, yakni hanya berkisar 700 kg atau 500 kg.
"Ya, apa boleh buat, mereka juga butuh makan, dan makanan mereka adalah tanaman yang kita tanam di lahan Perkebunan," ucapnya.