"Mungkin," jawab Nito belum melepas penglihatannya dari pipa yang menghubungkan tangki dan talang bangunan.
Tiba-tiba Kardi dan gerombolannya muncul mendekat. "Aku sering nongkrong di kampung bawah. Pintu-pintu masuk ke kampung tanah udah banyak yang tertutup, " jelas Kardi si karbondioksida. "Pesat sekali pembangunan di sana," sambungnya.
"Betul, aku juga lihat, hutan-hutan banyak berubah jadi rumah-rumah," sahut Ossi.
"Pantesan, waktu aku keluar dari knalpot di depan pertokoan, aku pernah lihat si Jetty udah jadi meja ukir di toko mebel, udah nggak tinggal di hutan lagi," ujar Sofi.
"Kasihan si Jetty, dilema dia. Bingung pilih toko mebel, atau di hutan sambil mengering pelan-pelan akibat pergeseran iklim," kata Kardi.
Tak lama kemudian hujanpun mereda. Awan gelap mulai memudar, memberikan jalan cahaya untuk kembali meradiasi.
"Kardi, gerombolanmu jangan lama-lama ngumpul di sini. Nanti kampung bawah jadi serasa panas ketutupan kaca! Udah, bubar bubar..! Bubar semua!!" seru Nito.
Dan kembalilah mereka semua pada pergerakan dan siklus masing-masing.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI