"Lana! Kau tak boleh bicara begitu" Bu Darmi maju menyongsong putrinya. Keduanya berpelukan dan kian tumpah ruahlah segala tangisan.Â
"Maafkan Sisha, Bu. Maafkan Sisha!!"
"Sudah, Putriku. Sejak dulu ibu selalu memaafkanmu."
"Turunan tetap saja turunan! Penyakit bapakmu belum hilang! Sialnya menurun. Memang bedebah bapakmu itu" kata seorang pemuda.
"Diam, kau Dimas!!! Atau ku sabetkan parangku tepat ke wajahmu!" hardik Lana.
"Hei..Hei!!!!" gemuruh teriakan tak terima dari banyak warga.
"Bapakmu tukang zina!! Lihat yang diperbuat putrinya. Apa bedanya!!" ujar Dimas merasa menang dukungan.
Lana segera menyambar parang di sampingnya yang biasa digunakan sang ibu memecah kelapa. Secepat dia menyambar sekilat itu pula Lana memburu Dimas.
Dimas tak siap dengan sergapan itu. Dia mundur dan jatuh. Lana segera terbang hendak menimpas dada Dimas. Tapi..
    Bunyi buk!!!! Dari sebuah balok kayu menghantam punggung Lana. Pemuda itu jatuh di tanah meraung lalu menggelapar.
Singkatnya kejadian kelam malam itu menghasilkan bahwa Sisha harus dinikahkan dengan pemuda itu. Setelahnya mereka berdua harus diusir dari desa. Tak kalah sial, karena kampung itu masih asri dan percaya adat; Lana dan Bu Darmi pun tak ayal diusir juga.