Mohon tunggu...
Hendro Sutono
Hendro Sutono Mohon Tunggu... Pegiat kendaraan listrik, Admin KOSMIK Indonesia.

Penggemar otomotif. Pegiat kendaraan listrik dan admin FB Group KOSMIK Indonesia (komunitas sepeda/motor listrik indonesia)

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Diskusi Sepeda Motor Listrik: Menjaga Esensi, Meluruskan Arah Perjuangan

19 September 2025   14:02 Diperbarui: 19 September 2025   19:59 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskusi terbuka AISMOLI, komunitas molis dan stakeholder.

Komunitas yang sehat adalah komunitas yang mampu menampung keragaman pengalaman. Yang tidak hanya bicara soal performa, tapi juga soal aksesibilitas. Yang tidak hanya memuji teknologi, tapi juga berani mengkritik arah kebijakan. Yang tidak hanya mengedukasi, tapi juga mendengarkan.

Komunitas tidak terikat pada siklus politik atau tekanan pasar, mereka punya posisi unik untuk menjaga arah. Pejabat bisa berganti, industri bisa bangkrut, LSM bisa beralih fokus. Tapi komunitas tetap ada—menjadi ruang refleksi, ruang edukasi, memori kolektif dan ruang advokasi yang berkelanjutan.

Saya percaya, jika komunitas EV ingin menjadi kekuatan perubahan, maka ia harus berani merefleksikan dirinya sendiri. Harus berani bertanya: apakah kita sedang membangun gerakan publik, atau hanya membentuk klub eksklusif?

Stakeholder yang Bergerak Sendiri-sendiri

Satu hal yang sangat terasa dalam diskusi AISMOLI adalah minimnya koordinasi lintas stakeholder. Setiap pihak tampak bergerak dengan logikanya sendiri, membangun ekosistemnya sendiri, dan menetapkan prioritasnya sendiri---tanpa kerangka bersama yang menyatukan arah.

Pemerintah sibuk meresmikan proyek infrastruktur dan menetapkan target adopsi, tapi belum memberi teladan penggunaan EV secara konkret. Industri berlomba-lomba memamerkan teknologi dan membangun ekosistem tertutup, tanpa interoperabilitas. Komunitas mendorong edukasi dan adopsi, tapi kadang terjebak dalam glorifikasi teknis. Akademisi dan lembaga riset pun belum sepenuhnya terlibat dalam menyusun standar atau kurikulum teknis yang dibutuhkan.

Akibatnya, ekosistem EV roda dua di Indonesia tumbuh secara parsial dan tidak sinkron. Tidak ada peta jalan bersama, tidak ada standar teknis yang disepakati, dan tidak ada mekanisme kolaboratif yang mengikat. Padahal, transisi ke kendaraan listrik bukan sekadar urusan teknologi---ia adalah transformasi sistemik yang menuntut sinergi lintas sektor.

Kembali ke Akar

Dari semua hal di atas, saya kembali diingatkan pada fondasi awal kenapa kita perlu bermigrasi ke kendaraan listrik. Bukan untuk mengejar fitur mewah atau infrastruktur megah. Tapi untuk alasan yang membumi: menekan biaya transportasi, mengurangi impor BBM, memperbaiki kualitas udara, dan menyediakan moda transportasi yang bisa diakses semua kalangan.

Sepeda motor listrik seharusnya menjadi kendaraan rakyat. Sederhana, efisien, dan relevan. Ia bukan simbol futuristik yang hanya tampil di konferensi atau pameran teknologi, melainkan alat mobilitas harian yang nyata dan terjangkau.

Jika arah kebijakan terus melenceng dari kebutuhan mayoritas, kita berisiko menjadikan sepeda motor listrik sebagai proyek mahal yang tidak menyentuh kehidupan nyata. Padahal, peluang untuk menjadikannya solusi transportasi massal masih terbuka lebar---asal kita berani kembali ke akar, mendengarkan suara pengguna, dan membangun ekosistem yang inklusif, bukan eksklusif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun