Mohon tunggu...
Harmoko
Harmoko Mohon Tunggu... Penulis Penuh Tanya

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

DP Rumah Subsidi Nol Persen: Apakah Solusi atau Sekadar Plester untuk Luka Lama?

31 Juli 2025   07:38 Diperbarui: 31 Juli 2025   10:15 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rumah subsidi yang disalurkan melalui KPR FLPP.(Dok. BP Tapera via KOMPAS.com)

Ketika pemerintah menggandeng pengembang dan BPJS Ketenagakerjaan untuk melanjutkan program rumah subsidi dengan uang muka (DP) nol persen hingga 2026, banyak yang bersorak gembira. Tapi di balik euforia itu, muncul pertanyaan reflektif: apakah ini benar-benar solusi jangka panjang, atau sekadar pemanis menjelang tahun politik dan peredam atas realita mahalnya hunian bagi kelas pekerja?

DP nol persen memang terdengar seperti kabar baik, terutama bagi para pekerja yang selama ini hanya bisa menggantungkan mimpi memiliki rumah pada langit-langit kontrakan. Namun seperti kue tart dengan topping meriah, kita harus menyendok lebih dalam untuk melihat isinya: apakah benar program ini berpihak pada rakyat kecil, atau hanya sekadar gimik insentif yang memoles wajah ketimpangan struktural dalam sektor properti?

Buruh Dapat Rumah, Tapi Siapa yang Diuntungkan?

Program ini mensyaratkan kepesertaan aktif di BPJS Ketenagakerjaan, dan didorong melalui kolaborasi lima asosiasi pengembang besar. Di permukaan, ini terlihat seperti win-win solution: buruh punya rumah, pengembang dapat pasar, negara dapat pencapaian target program 3 Juta Rumah. Namun, kita perlu bertanya---apa bentuk rumahnya, di mana lokasinya, dan bagaimana kualitas pembangunannya?

Faktanya, banyak rumah subsidi dibangun jauh dari pusat aktivitas ekonomi, dengan akses terbatas terhadap transportasi publik, fasilitas pendidikan, dan layanan kesehatan. Jika seorang pekerja harus menempuh perjalanan dua jam pulang-pergi hanya demi menjaga status sebagai pemilik rumah, maka kita tidak sedang membicarakan kesejahteraan, tetapi ilusi kepemilikan.

FLPP dan Beban Masa Depan

Skema FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) memang menjadi tulang punggung program ini. Pemerintah menanggung bunga KPR agar tetap rendah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Tapi mari kita berhitung: dengan gaji UMR dan tenor kredit 20 tahun, berapa sisa ruang fiskal keluarga muda untuk pendidikan anak, tabungan darurat, atau bahkan sekadar rekreasi sesekali?

DP nol persen hanyalah awal dari cicilan panjang. Tanpa pendampingan literasi finansial dan perlindungan terhadap fluktuasi ekonomi (seperti PHK atau inflasi), DP nol persen bisa menjelma menjadi jebakan kredit jangka panjang. Rumah subsidi yang tadinya simbol mimpi, berpotensi menjadi beban mental dan finansial.

Subsidi atau Distorsi?

Subsidi memang penting. Tapi kita harus memastikan bahwa subsidi tidak menciptakan distorsi pasar. Ketika terlalu banyak stimulus digelontorkan tanpa reformasi lahan, tata ruang, dan pengendalian harga properti, maka subsidi justru mendorong inflasi harga rumah. Pengembang, sadar akan adanya insentif, bisa saja menaikkan harga atau menurunkan kualitas demi margin.

Alih-alih memperbaiki akar masalah, kita justru menumbuhkan semak baru yang akan lebih sulit dibersihkan nanti.

Dimensi Sosial dan Humanis

Namun tentu kita tidak boleh melulu sinis. Bagi sebagian keluarga, rumah subsidi dengan DP nol persen adalah satu-satunya pintu masuk ke dunia kepemilikan aset. Ini adalah cara negara hadir---setidaknya di atas kertas---untuk rakyat kecil yang selama ini merasa ditinggalkan pasar. Ini adalah bentuk pengakuan atas hak hidup layak dan ruang privat yang selama ini hanya jadi wacana.

Tapi kehadiran negara tidak boleh hanya sebatas brosur promosi. Ia harus hadir dalam pengawasan mutu bangunan, integrasi dengan infrastruktur sosial, dan jaminan agar hunian tidak menjadi kuburan harapan.

Perlu Reformasi, Bukan Sekadar Insentif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun