Jam kerja delapan jam per hari, katanya. Tapi realitanya? Banyak karyawan bekerja dari pagi sampai nyaris malam.Â
Belum termasuk waktu merespons WhatsApp kerjaan yang bunyinya, "Maaf ganggu, tapi urgent."
Apakah kita terlalu terbiasa dengan budaya kerja yang menekan, hingga lupa bahwa manusia punya batas mental?
Kesehatan Mental: Topik yang Masih Dianggap Tabu
Di banyak tempat kerja, bicara soal stres, cemas, atau burnout masih dianggap tanda kelemahan.Â
Karyawan yang minta cuti karena kelelahan mental dianggap "kurang tahan banting". Yang konsultasi ke psikolog dicurigai punya masalah pribadi.
Padahal, kesehatan mental bukan soal lemah atau kuat. Ia adalah bagian dari keseimbangan kerja yang sehat.
Dan ironisnya, banyak perusahaan baru sadar pentingnya ini setelah karyawannya tumbang satu per satu.
Baca juga: Menjadi HRD Idaman Kandidat Pelamar KerjaJam Kerja Panjang Bukan Jaminan Produktivitas
Fakta di lapangan menunjukkan: jam kerja yang panjang justru sering menurunkan kualitas kerja. Karyawan yang lelah mental cenderung: