Di sisi lain, user adalah orang yang paling tahu 'cuaca harian' di timnya. Mereka tahu apakah ada beban kerja yang terlalu berat, siapa saja yang butuh dukungan tambahan, dan jenis kompetensi apa yang betul-betul diperlukan agar tim bisa bekerja dengan optimal. Mereka juga lebih peka terhadap dinamika antaranggota, kebutuhan soft skill tertentu, dan bahkan kultur kerja informal yang sedang berkembang.
Bayangkan HRD memproses rekrutmen untuk posisi "Analis Data", misalnya. Tanpa masukan dari user, HRD mungkin hanya akan mencari kandidat dengan kemampuan statistik yang kuat. Padahal, user tahu bahwa kandidat juga harus mampu berkomunikasi lintas tim, bekerja cepat dalam tekanan, dan menguasai alat visualisasi tertentu yang tidak umum. Tanpa informasi ini, rekrutmen bisa meleset dari sasaran.
Ketika Tidak Kompak: Akibatnya Fatal
Sayangnya, di banyak kasus, HRD dan user tidak selalu berjalan seiring. Ada user yang merasa HRD tidak memahami realitas di lapangan, sehingga memilih 'main sendiri' atau bahkan memaksakan kehendak. Sebaliknya, ada pula HRD yang terlalu kaku dengan kebijakan dan mengabaikan kebutuhan mendesak yang disampaikan user. Akibatnya, proses perekrutan menjadi tidak efektif, memakan waktu lama, dan hasilnya tidak memuaskan kedua pihak.
Tidak jarang pula muncul drama: user mengeluh karena kandidat yang diberikan "kurang cocok", sementara HRD merasa user tidak jelas dalam memberikan kebutuhan. Situasi ini menciptakan lingkaran komunikasi yang buruk dan membuang banyak energi.
Kolaborasi adalah Kunci
Solusinya sederhana tapi menuntut kedewasaan kedua pihak: komunikasi terbuka dan saling percaya. HRD perlu membuka ruang bagi user untuk menjelaskan kebutuhan dengan detail. Sebaliknya, user juga perlu memahami bahwa HRD tidak bekerja hanya berdasarkan permintaan satu divisi saja, melainkan memikirkan kepentingan organisasi secara keseluruhan.
Membuat job description bersama, menyusun kriteria ideal secara kolaboratif, bahkan duduk bareng saat wawancara kandidat bisa menjadi langkah kecil yang berdampak besar. Dengan begitu, HRD mendapatkan konteks lapangan, dan user pun paham keterbatasan atau strategi jangka panjang perusahaan yang sedang diusung HRD.
Bukan Kompetisi, Tapi Kolaborasi
Kita perlu berhenti melihat hubungan HRD dan user sebagai tarik-menarik kekuasaan atau ego siapa yang lebih tahu. Dunia kerja sudah cukup kompleks untuk ditambah drama internal yang tidak perlu. Justru di sinilah pentingnya membangun budaya kerja yang kolaboratif dan terbuka. Tidak ada yang lebih tahu, karena memang tidak ada satu pihak pun yang tahu segalanya. Tapi dengan berbagi sudut pandang dan tujuan yang sama, keputusan terbaik bisa diambil bersama.
Kolaborasi HRD dan user dalam rekrutmen adalah cermin dari kematangan organisasi. Ketika dua perspektif---makro dan mikro---bertemu dalam satu meja, di situlah kita bisa mendapatkan gambaran yang utuh tentang kebutuhan tim. Dan dari sanalah lahir keputusan yang bukan hanya cepat, tapi juga tepat.