"Gue butuh orang yang bisa kerja cepat, ngerti produk, nggak banyak nanya, dan langsung jalan."-- Seorang founder startup (mungkin kamu juga )
Kalau kamu seorang entrepreneur, terutama yang lagi ngebangun tim awal startup atau UKM, konflik antara HRD dan user mungkin terasa asing. Kenapa? Karena sering kali kamu adalah HRD sekaligus user itu sendiri.
Kamu yang nyusun jobdesc, kamu juga yang wawancara. Kamu yang bikin SOP onboarding, kamu juga yang ngajarin langsung sambil kerja bareng.Â
Justru karena semuanya dilakukan sendiri, konflik antara "visi strategis" dan "kebutuhan lapangan" jadi lebih terasa di kepala sendiri.
Antara Ideal dan Realitas
Sebagai entrepreneur, tentu kamu punya bayangan: tim impian yang solid, kompeten, loyal, dan bisa tumbuh bareng. Kamu pengin rekrut orang yang bukan cuma jago, tapi juga cocok secara budaya, komunikatif, dan tahan banting.
Tapi di sisi lain, kenyataan sering nggak semanis proposal bisnis. Ketika order makin banyak, deadline makin mepet, dan tim masih kecil, yang kamu pikirkan cuma satu: "Gue butuh orang sekarang juga!"
Di sinilah 'HRD dalam dirimu' dan 'user dalam dirimu' mulai debat kusir. Si HRD pengin proses seleksi yang proper, si user pengin orang yang bisa langsung kerja besok pagi. Akhirnya? Kamu ambil keputusan setengah-setengah. Dan tak jarang---penyesalan datang di hari onboarding.
Kesalahan Umum Saat Rekrut Tim Awal
Banyak entrepreneur pemula terjebak pada rekrutmen berbasis kedekatan. "Teman gue tuh jago desain." "Saudara ipar gue bisa pegang admin." Praktis, murah, dan cepat. Tapi apakah cocok?