Laga debut Patrick Kluivert membesut Timnas Indonesia berakhir antiklimaks. Bertandang di Stadion Allianz Sydney pada Kamis (20/3/2025) sore WIB, Tim Garuda dilumat dengan skor 1-5!
Banyak judul artikel yang bisa dibuat usai laga ini. Jika secara teknis kita bisa saja mengatakan Total Football gagal total. Ataupun secara sarkas kita bisa menyindir PSSI dengan "penak jaman STY toh?". Tapi sabar dulu, karena kita harus memberikan benefit of the doubt kepada Patrick Kluivert dan jajarannya di laga perdana sekaligus laga sulit di kandang Australia.
Jadi, saya bisa memberikan kiasan bahwa penampilan Jay Idzes dkk tadi sore masih bagaikan jajanan "arum manis" atau cotton candy. Tampak menjanjikan dan menggiurkan di awal laga, Timnas Indonesia bak berbalut kemasan cantik dengan menggunakan kostum keluaran terbaru.
Namun seiring waktu, terlihat kekompongan permainannya. Semakin lama laga berjalan, makin jelas pula arum manis ini "terlalu manis" hingga kita pasrah bahwa sajian ini tidak mengenyangkan.
Namun kecintaan terhadap merah-putih tak boleh luntur. Masih ada tiga laga tersisa untuk mendulang poin, mencapai target minimal empat besar di akhir klasemen. Optimisme dan evaluasi harus dicanangkan secara sekaligus, karena laga melawan Bahrain di Jakarta akan mnanti, Selasa (25/3/2025) depan.
Hingga artikel ini ditulis, konstelasi Grup C usai Jepang menang 2-0 atas Bahrain, menempatkan Indonesia sementara di peringkat keempat dengan tetap memiliki enam poin. Australia menjadi yang paling diuntungkan karena bisa melebarkan jarak dengan pesaingnya di urutan kedua berbekal 10 poin.
Jalannya Laga Australia vs Indonesia
Tampil menggeberak di tujuh menit awal. Tak bisa dipungkiri, pola permainan rancak Timnas Indonesia sempat membuat barisan belakang dan tengah Socceroos kalang kabut.
Peluang perdana didapatkan melalui sundulan Jay Idzes menyambut tendagan bebas Calvin Verdonk menit ke-5'. Sundulan sang kapten sudah mengarah tepat ke sisi bawah mistar, namun kiper berpengalaman Mathew Ryan masih dengan sigap menepisnya.
Kesan pertama semakin menggoda, usai Indonesia mendapatkan penalti di menit 6' usai Rafael Struick dilanggar bek Kye Rowles.Â
Namun sungguh disayangkan, tembakan eksekutor andalan FC Copenhagen, Kevin Diks hanya menghantam tiang kiri gawang Mathew Ryan dan kembali ke arena permainan. Selepas peluang emas ini, angin pertandingan berputar 180 derajat.
Petaka pertama terjadi di menit 14' karena pada momen sepak pojok Nathan Tjoe-A-On kedapatan VAR menarik pemain Australia, Lewis Miller. Eksekusi Martin Boyle di menit 18' tanpa cela menipu Maarten Paes dengan bola pendek ke sisi kiri.
Thom Haye turut berkontribusi atas gol kedua Australia yang dicetak Nishan Velupillay dua menit berselang. Maksud hati ingin mengamankan bola wall-play Adam Taggart ke belakang, ternyata arah si kulit bundar membebaskan Velupillay untuk dengan tenang memerdaya Paes di duel satu-lawan-satu.
Semakin membuat derita Tim Garuda bertambah, umpan pendek kombinasi di sisi kanan membuat Jackson Irvine punya ruang bebas mengeksekusi dua tembakan yang menambah keunggulan Socceroos di menit 34'.
Pada babak kedua, pergantian langsung dilakukan Kluivert dengan memasukkan Eliano Reijnders dan Sandy Walsh untuk menambah intensi serangan. Namun Socceroos malah menghukum Garuda dengan gol keempat di menit 61'. Sepak pojok Craig Goodwin mampu menemui kepala Lewis Miller yang gagal dijaga dengan disiplin oleh Sandy Walsh.
Sedikit memberikan nafas kepada fans, Ole Romeny yang terlihat cukup menonjol di laga ini sukses mencetak gol debutnya di menit 78'. Umpan terobosan Kevin Diks sebenarnya kurang kuat, namun Ole Romeny mampu mencuri bola dengan flick sebelum dikuasai Jason Geria. sejurus kemudian striker Oxford United ini menaklukkan Mathew Ryan dengan sepakan dingin kaki kiri.
Berharap akan memunculkan dorongan perlawanan baru, nyatanya tuan rumahlah yang kembali mencetak angka. Gol pamungkas dengan skema sepak pojok terjadi lagi, di mana kali ini Jackson Irvine menanduk dengan sempurna umpan Goodwin di menit 90'.
Review Pilihan Pemain Patrick Kluivert
Patrick Kluivert cukup merahasiakan pilihan pemainnya hingga beberapa jam sebelum kick-off. Info pertama adalah fans akhirnya mengetahui bahwa empat pemain surplus yang dicoret adalah Nadeo Argawinata, Muhammad Ferrari, Pratama Arhan, dan Hokky Caraka.
Tidak ada yang kontroversial, pencoretan ini memang berdasarkan kelebihan jumlah pemain di sejumlah lini, yakni penjaga gawang, pertahanan, dan striker utama.
Namun yang menjadi menarik adalah satu jam sebelum laga, kita mengetahui bahwa formasi 4-3-3 lah yang diumumkan kepada media. Maarten Paes berada di bawah mistar, sementara kuartet pertahanan diisi Kevin Diks, Mees Hilgers, Jay Idzes, dan Dean James.
Nathan Tjoe-A-On, Calvin Verdonk, dan Thom Haye di"kasat-mata"kan sebagai pemain tengah, sementara Marselino Ferdinan dan Rafael Struick mengisi lini depan bersama Ole Romeny.
Pola yang dimau Kluivert akhirnya terlihat di awal laga. Filosofi menyerang langsung ia pertontonkan dengan umpan-umpan rancak memanfaatkan sisi lebar lapangan, dan ternyata kuartet bek di belakang bertindak secara hybrid.
Empat pemain belakang bisa berganti menjadi tiga bek saat menyerang. Jay Idzes dan Calvin Verdonk yang terlihat cukup aktif melakukan permutasi baik sebagai gelandang bertahan ataupun winger kiri. Sementara itu di lini tengah berdiri Thom Haye dan Nathan Tjoe-A-On sebagai double-pivot.
Di lini depan juga cukup mengejutkan, Rafael Struick lah yang diplot sebagai ujung tombak, sementara Romeny dan Marselino banyak drop ke area tengah untuk menambah jumlah pemain sekaligus menjemput bola.
Dengan rendah hati, kredit patut diberikan kepada Timnas Australia dan pelatih Tony Popovic. Mereka sangat sabar untuk mempelajari pola permainan dan melihat celah Timnas Garuda dan menghukum dengan transisi cepat mengandalkan trisula di depan, Adam Taggart, Martin Boyle, dan Nishan Velupillay.
Jadi fans jangan berandai-andai penalti Kevin Diks masuk akan mengubah hasil akhir, karena kesulitan besar juga dirasakan Australia untuk keluar dari tekanan di sepuluh menit awal.
Sisi Positif Timnas Indonesia
Membahas sisi positif yang bisa dipetik seusai laga, cukup nampak bahwa pemain Indonesia mempunyai skill individu rata-rata di atas pemain Australia. Umpan-umpan kombinasi terlihat "canggih", bahkan menunjukkan kelas yang sering dilihat di klub-klub Eropa tiap akhir pekan.Â
Kemudian filosofi menyerang yang teridentifikasi sebagai Total Football juga memungkinkan Marselino dkk menguasai ball possesion di angka 61 persen! Sangat jarang hal ini terjadi di era Coach Shin Tae-yong yang lebih mengedepankan pertahanan.Â
Setidaknya ada dua nama yang cukup bersinar sebagai individu di laga ini, yakni Calvin Verdonk dan Ole Romeny. Verdonk memang sudah menunjukkan kelasnya di setiap laga Indonesia sebelumnya, terutama ketenangan dan etos kerjanyaÂ
Namun yang paling membuat adanya asa berkecamuk di dada fans, adalah Ole Romeny. Kehadirannya dengan eksplosivitas bak Wayne Rooney, memberi keyakinan bahwa pemain ini bisa mencetak gol di tiap laga. Inilah yang hilang dari striker Timnas Indonesia sejak era Bambang Pamungkas.
Evaluasi yang Terlihat Jelas
Lalu beranjak ke aspek evaluasi yang bisa dilakukan, jelas muaranya adalah adaptasi. Ini risiko besar yang harus diterima Timnas Indonesia, fans, terutama PSSI yang mengganti pelatih di tengah jalan.
Sisi pertahanan manjadi yang paling banyak disorot, terutama ada ketidakjelasan tugas command, cover, dan stopper. Ini terjadi karena Australia memahami betul ruang terbuka yang terjadi akibat hybrid pola empat dan tiga bek, sehingga mengeksploitasi ruang tersebut dengan bola terobosan dalam progresi positif dari bertahan ke menyerang.
Berikutnya adalah set-piece, di mana sepak pojok Australia menyebabkan tiga gol bersarang ke gawang Maarten Paes. Sangat dimaklumi karena ini merupakan bagian adaptasi. Namun kembali, karena Bahrain sudah siap menantang pekan depan, Jay Idzes dkk harus segera menemukan formula khususnya.
Last but not least, satu hal yang cukup saya rindukan di laga ini dibandingkan era sebelumnya, adalah antusiasme. Mungkin ini terlalu subyektif dan terkesan membandingkan, tetapi gestur pelatih dan para pemain ketika tertinggal banyak gol kurang saling menyemangati satu sama lain dengan antusiasmenya.
Chemistry untuk membentuk kesatuan tim yang hanya bermain dua atau tiga bulan sekali, jelas membutuhkan banyak momen interaksi. Disinilah peran manajer tim dan pemain senior bisa diminta untuk mengambil sedikit beban dari Jay Idzes di atas lapangan.
Kekalahan ini harus diterima dengan lapang dada, karena memang sekalipun kaki-kaki pemain Indonesia nampak lebih "canggih", nyatanya Australia lebih disiplin, terencana, dan terintegerasi.
Semoga waktu persiapan bisa dimaksimalkan oleh Kluivert, Alex Pastoor, dan Denny Landzaat untuk merecovery sisi taktik, mental, dan fisik, agar kekalahan ini tidak berdampak di laga berikutnya.Â
Arum manis di laga ini, semoga bisa berubah menjadi cake yang bagus secara tampilan, enak secara rasa, dan mengenyangkan.
Maju terus Garuda, kami akan selalu mendukungmu!Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI