Mohon tunggu...
Gray Hansen Limantoro
Gray Hansen Limantoro Mohon Tunggu... Doing Hobby

Educator. A Graphic Designer with expertise in photography, research, and teaching, as well as an active blogger. Experienced in creating compelling visual designs, capturing moments through the lens, and conducting research in design, culture, and typography. Skilled in teaching and sharing creative insights, both in academic and professional settings. Passionate about exploring the latest design trends and sharing thoughts through inspiring writing.

Selanjutnya

Tutup

Love

Mencintai dengan Nalar, Memahami dengan Perasaan

15 April 2025   00:00 Diperbarui: 14 April 2025   22:38 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah konsep yang sederhana, namun sering terbalik. Kamu pasti sering mendengar bahwa mencintai itu dengan perasaan dan emosional, dan itu tidak salah. Namun, jika kamu terlalu emosional dalam mencintai seseorang, kamu akan terlena dari makna sesungguhnya dalam seni mencintai.

Mencintai tidak berarti mengikat seseorang dalam dunia kamu. Kamu tidak bisa memaksakan orang lain untuk menjadi versi yang kamu mau. Itu bukan cinta, itu dominasi dan kendali. Malahan, cinta itu bebas, tidak membelenggu satu dengan yang lainnya. Biarkan seseorang yang kita cintai bertumbuh menjadi siapa dirinya yang sejati. Cinta menjadikan kamu merasa aman dalam emosional, mengetahui bahwa ada orang yang ikut bertarung bersamamu.

Seni mencintai, harus diseimbangkan dengan akal sehat. Bukan tentang hadir setiap saat, atau kedekatan semata. Namun hubungan yang positif menjadi landasan cinta itu tetap menyala. Akal sehat dalam mencintai, menjadi panduan bahwa kamu mencintai tidak dengan perasaan, tapi juga dengan memahami orang yang kamu cintai, baik secara emosional, maupun perilaku.

Untuk memahami seseorang, diperlukan empati dan perasaan terbuka, bukan logika yang tertuang dalam kata-kata. Hubungan yang terjalin tanpa adanya saling memahami dan komunikasi yang mendalam, akan terasa flat (datar).

Ketika kamu berani untuk mencintai seseorang, kamu perlu mencintai dengan nalar, memahami dengan perasaan. Ketika kamu menyerahkan cinta tanpa nalar wajar dan hanya dengan mengandalkan perasaan, kamu menjadikan hubungan sebagai emosi sesaat. Kedekatannya tergantung dari perasaan yang dapat berubah setiap saat. Namun jika kamu menjadikan cinta penuh dengan penalaran dan logika, kamu akan kehilangan kesempatan untuk menikmati arti dari cinta tersebut. Kamu tidak dapat memahami seseorang hanya dengan logika. Ketika kamu berempati, kamu menjadi lebih peka terhadap kondisi seseorang dan kamu dapat merespon dengan tepat. Karena pada akhirnya, saling memahami menjadi kunci dari cinta untuk bertumbuh ke arah yang positif.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun