Mohon tunggu...
Gloria Fransisca
Gloria Fransisca Mohon Tunggu... Jurnalis - Writer

My name is Gloria Fransisca Katharina Lawi, I was born in Jakarta. Experienced in media service especially as writer, journalist, researcher, public relation, and social media content for almost 10 years in KONTAN and Bisnis Indonesia. Currently, I am doing my new role as Content Caretaker of political platfom, MOSI.ID.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jika Yesus Lahir di Era Media Sosial

26 Desember 2018   01:34 Diperbarui: 26 Desember 2018   13:50 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya terpental jauh pada permenungan dari cerita layar kaca, penyiar berita mengabarkan ada seorang perempuan muda kehilangan suami dalam bencana. Seorang ibu kehilangan anak dan suami. Seorang ibu bersama anaknya hidup dalam pengungsian yang serba terbatas.

Angka korban tsunami sudah mencapai lebih dari 300 jiwa. Mereka kekurangan bahan makanan, kantong jenazah terbatas, mayat bertebaran tak terurus. Belum lagi keterbatasan air bersih. Saat ini, saat Anda yang merayakan bisa berkumpul dengan keluarga, atau anda yang tidak merayakan tetap bisa menikmati libur, ada ratusan orang yang tercerai berai dari keluarga mereka.

Bagi saya, Natal tak selalu bermakna bahagia. Natal adalah penghayatan pada hidup manusia yang selalu sulit. Hingga akhirnya yang tersulit dari menjadi Kristiani adalah mengikuti Kristus sendiri.

Spiritualitas yang ditawarkan Kristus sejak kelahiran dia adalah berpihak pada yang lemah. Selalu ingat kepada mereka yang dikorbankan. Sebab Dia adalah simbol dari manusia yang lemah itu sendiri. Dalam dinamika saat ini Yesus sama seperti para pengungsi.

Akhirnya spiritualitas Natal jauh melebihi kumpul keluarga, kandang, gereja, pohon natal, atau salib yang ditolak. Spiritualitas Natal jauh melebihi simbol-simbol itu. Spiritualitas Natal adalah tentang berani lahir kembali dan berani memilih yang tersulit.

Itulah akhirnya makna komunikasi di media sosial saat ini adalah tentang menguji kemanusiaan. Dalam segala perilaku di dunia nyata, maupun perilaku dan tata tutur di media sosial. Dunia kita terpecah menjadi dua, dunia nyata dan maya.

Dunia akhirat akhirnya masih menjadi sebatas cita-cita. Informasi bukan lagi monopoli seorang jurnalis, anda, siapapun anda, kini memiliki otoritas sendiri untuk menyebarkan informasi melalui akun media sosial anda.

Berilah nyawa pada etika media sosial yaitu kesadaran tentang tanggung jawab kemanusiaan. Jangan menyebarkan berita-berita yang hanya menambah kecemasan. Jangan menyebarkan ketakutan yang tak terbukti. Apalagi jika belum ada verifikasi dari pihak yang bertanggung jawab. Jangan mengeksploitasi penderitaan korban bencana alam.

Misalnya; menyebarkan foto korban dan jenazah. Pengguna media sosial yang baik juga tentunya tidak memberi bumbu kontroversi dan cocokologi di tengah tensi bencana alam dan kepentingan politik.

(twitter.com/sh1sno)
(twitter.com/sh1sno)
Kita jelas menyadar dalam dua dunia ini ada pendekatan yang berbeda. Maka, silakan masing-masing dari kita, apapun kepercayaan Anda, bertolaklah kepada diri Anda sendiri.

Tanyakan lagi, sudahkah Anda memberi kesempatan pada informasi yang memanusiakan manusia lain? Apakah Anda ingin orang lain berkomunikasi seperti Anda menerima informasi yang tidak menyenangkan dan menakutkan itu?

Selamat Natal bagi kawan-kawan yang merayakan. Selamat menghayati spiritualitas Natal. Damai di bumi. Damai di hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun