Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Author

Book, movie/series, and fiction enthusiast contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kita yang Hanya Sebatas Pernah

29 Juli 2019   21:50 Diperbarui: 29 Juli 2019   21:58 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi by Her.ie

"Oh iya Than, menurut kamu mungkin nggak ya kita saling suka terus pacaran?"

Mataku tiba-tiba melotot menatapnya. Itu pertanyaan yang tidak pernah terucap sama sekali dari mulutnya sejak awal kita berteman di SMA. Dan kali ini ia membuka topik pembicaraan yang selama ini aku hindari.

Sejujurnya aku pun belum tahu bagaimana perasaanku pada Janet. Tapi menyukai sahabat sendiri, oh ayolah, itu seperti sesuatu yang terlarang buatku. Aku hanya tak ingin hubunganku dengan Janet nantinya malah jadi berantakan hanya gara-gara hal bernama cinta.

"Kok jadi gugup gitu, sih? Santai aja kali," kata Janet melihat ekspresi wajahku yang tiba-tiba berubah.

Ia melanjutkan kembali soal topik itu. Berkata bahwa selama lima tahun ke belakang ini aku adalah satu-satunya orang yang bisa ia percaya selain keluarga. Ia menjadikanku prioritas utama dalam hal apapun. Ya, aku pun tak bisa membantah itu karena dia juga sudah menjadi prioritasku.

Ini pun bukan kali pertama aku menemuinya di Jatinangor. Pernah beberapa bulan lalu, teman-teman banyak yang pulang ke daerahnya masing-masing karena sedang libur panjang. Namun, ia terikat oleh beberapa kegiatan organisasi yang mengharuskannya tetap tinggal.

Maka, saat itu aku datang ke sini tanpa perlu pikir panjang. Menemaninya selama beberapa hari ke depan supaya ia tidak kesepian.

Pada perjalanan pulang menemaninya ke kosan, tidak ada lagi suara yang terdengar selain langkah kaki dan kendaraan bermotor yang lewat. Kami sama-sama diam tanpa menatap satu sama lain. Entahlah, sepertinya aku yang terlalu berlebihan memahami maksud kata-katanya tadi.

"Jaga diri baik-baik, ya." Aku menepuk pundak kanannya pelan, lalu mulai melangkah membelakanginya.

***

September 2015, Yogyakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun