Mohon tunggu...
Ghulam Mujadid
Ghulam Mujadid Mohon Tunggu... Masyarakat Umum Biasa Pecinta Literasi

Saya warga Indonesia biasa yang mencintai dunia tulis menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Note yang Tak Terbaca

16 Mei 2025   23:10 Diperbarui: 16 Mei 2025   23:08 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Angin malam menusuk kulit, menggetarkan lampu jalan yang redup di Jembatan Kalimas. Di antara terali besi, selembar kertas mencicit pelan tertiup angin. Hampir lepas. Hampir terbang. Tapi tak jadi. Ia bertahan, terjepit di situ, seolah menanti seseorang untuk membacanya.

"Jika suara ku ini tak pernah ada dan sampai ,
biarlah air membawa lagu ini ke tempat yang indah
di mana aku bisa dicintai dan semua ..."

Lalu..., seketika dentum cipratan air. Sebuah tubuh jatuh. Dan sunyi jadi saksi.

Namanya Kayla, dan panggilannya Kay. Usianya tujuh belas. Kakakku.

Aku Raihan, tiga belas tahun. Nilai matematikaku selalu sembilan puluh. Dinding kamarku penuh rumus dan grafik. Tapi di pojok sana---di meja yang berdebu---tersimpan dunia yang berbeda. Gitar tua. Sketsa potret. Kertas lirik yang tak selesai. Dunia milik Kay.

Kay tak begitu menyukai angka. Ia memilih alur nada. Ia bilang, musik adalah bahasa jiwa yang tak butuh izin untuk dirasakan karena semua mengalir dengan jernih apa adanya, suara dari lubuk dan relung semesta.

Aku masih ingat saat ia duduk di depan sekolahku, mengamen sambil menungguku pulang.

"Kamu yang mennyanyikan ya?" katanya, menyodorkan gitar.

Aku menggeleng. "Tapi suara Kakak lebih keren dan indah."

Dia tertawa kecil. "Yang penting, nyanyi dari hati..., jujur apa adanya dari hati."

Itulah Kay. Tak sempurna, tapi tulus dan satu hal yang membuatnya abadi yaitu tentang kebesaran hatinya dalam menjalani ini semua. Tak semua orang bisa melihatnya. Termasuk Ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun