Mohon tunggu...
Ghaitsa Ranawigena
Ghaitsa Ranawigena Mohon Tunggu... Mahasiswa - Stay

Salam kenal dari Bogor Semoga bermanfaat "... Sabarlah dan kuatkan kesabaranmu...." QS 3:200

Selanjutnya

Tutup

Diary

Memulai Kembali

25 Oktober 2021   20:52 Diperbarui: 25 Oktober 2021   21:03 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Adakah manusia yang tidak pernah berjanji? 

Bukankah sebelum ia lahir sudah membuat janji dengan Tuhan? 

Memang tidak setiap orang bisa berjanji, pun tidak setiap orang menepati janji tapi, apakah setiap orang akan ingkar janji? Atau tidak menepati janji? 

Dasar manusia.

Ada saja janjinya. 

Ada saja alasan untuk berjanji baik kepada diri sendiri, orang lain, teman, orang tua bahkan kepada Tuhannya sendiri. Seolah kata janji menguatkan ia untuk tindakan yang lebih hebat kedepannya, padahal tidak juga. Janji tergantung komitmennya, sedangkan komitmen tergantung sebarapa kuat karakter yang ada dalam diri manusia tersebut.

Memang setidaknya saat manusia berjanji kepada dirinya sendiri. Di saat itu dia yakin bahwa perubahan akan terjadi, memang ingin berubah. Tapi kenapa memunculkan komitmen saja sulit, seolah-olah karena dampaknya hanya dirasakan oleh dirinya sendiri, ya terserah dia.

Bahkan, banyak juga janji untuk diri sendiri yang melibatkan nama Allah. Seolah dengan begitu ia harus bertanggung jawab betul, sudah berjanji kepada Allah loh masa tidak ditepati. Ya Allah, inshaa Allah betul-betul bakal berubah, lebih baik. Tapi, sekalinya diuji balik lagi. Minta maaf lagi. Janji Allah memang memaafkan siapa saja yang bertaubat, tapi bukan berarti tidak berusaha sekuat tenaga untuk menepati janji tersebut.

Tidak apa-apa salah sekali. Bangun lagi. Kalah lagi. Bangkit lagi. Jatuh lagi. Memutuskan lagi. Terus seperti itu siklusnya, sampai pola yang awalnya acak menjadi lurus dan teratur. Hapal betul dengan kebiasaanya, lama-lama lelah sendiri. Lelah karena kalah lagi-kalah lagi.

Mulailah berjuang lagi. Tapi, sudah beda strategi. Pola yang semula sudah terbentuk jelas akan diganti dengan pola baru, alur yang lebih menjamin. Bersiaplah, sedikit-sedikit. Dimulai dari mana saja, dimulai pelan-pelan dan konsisten. Tanpa sadar komitmen itu terbangun sendiri.

Pada akhirnya semangat lagi. Sudah mendesain hidup sendiri, katanya. Tiba-tiba muncul perasaan rindu, saat dulu hanya santai dan seru-seru. Coba sedikit tidak apa-apa kali ya, lantas lupa lagi, tidak sadar diri, ingkar janji lagi, dan terus gagal lagi.

Senang? Tidak. Hanya perasaan sedih, ko lama dan sulit sekali ya berubah. Seolah semua yang dilakukan juga sia-sia. Lantas harus bagaimana? Coba lagi? Berjanji lagi? Sudah tidak mau berjanji, salah jadi, gagal lagi- gagal lagi. Masih akan berusaha, mencoba sedikit-sedikit meski tidak berjanji, tapi ada rasa yakin untuk benar-benar pergi.

Pergi kemana? Kemana saja. Sejauh mungkin dari keburukan hari ini. Sejauh-jauhnya dari kebiasaan yang tidak mengenakan ini. Janji bukan soal dengan siapa kan, tapi berkomitmen untuk siapa. Alasan apa yang membuat janji itu betul-betul harus ditepati. Masalah janji datang karena pelakunya sendiri katanya untuk berubah, menjadi lebih baik, dan cara yang dia tahu hanya dimulai dengan janji. Apakah ada permulaan yang lebih baik selain janji? Dari mana harus memulainya?

Bukan lagi dari mana saja mulainya. Tapi, tahu konsepnya bahwa semua berasal dari hati. Berharap dengan bermula lagi akan menghasilkan kejadian yang dulu pernah dijanjikan. Dengan mengevaluasi diri, memaafkan janji yang tidak pasti dan menyusun ulang rencana dari hari ke hari.

Jika sudah begitu, berserah pada-Mu ya Allah. Maafkan jika pernah senakal itu, memainkan janji dan komitmen sendiri. Membawa-bawa nama-Mu padahal tidak bisa mempertanggungjawabkan. Semoga setelah ini tidak lagi berjanji tapi betul-betul berjuang dan berserah diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun