Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Cerita tentang Rin

21 November 2019   12:22 Diperbarui: 21 November 2019   12:31 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber: ChildCareComplianceCommunity.com)

Rin sama sekali tidak mendengarkan itu semua. Ia fokus pada bagaimana cara untuk mengumpulkan keberanian, paling tidak menatap wajah Zay lebih lama dari biasanya. Berikutnya, mungkin ia akan mengungkapkan perasaannya pada Zay, sosok yang ia kagumi sejak lama. Menikmati makanan di hadapannya adalah prioritas terakhir Rin.

Otak Rin perlahan menghangat. Ia tidak mampu mengendalikan kecamuk pikiran di kepalanya walau sekuat tenaga ia menepisnya. Bahkan suara obrolan dan tawa pegawai lain di sekitar mereka tidak bisa mendistraksinya.

Rin merasa ia layak hidup bersama dengan Zay. Ia tidak masalah dengan kondisi Zay yang saat ini masih kos tidak jauh dari kantor. Toh ia sudah punya rumah yang walau terbilang kecil dan cukup jauh dari pusat kota, cukup nyaman untuk mereka tinggali berdua. Ia ingin dekat dengan Zay, secara fisik dan hati. Dan itu semua bisa saja berawal dari meja ini...

My God, I'm so weak, have no power, tidak punya cukup nyali untuk mengungkapkan semua isi hati ini. Rin mengatur nafasnya yang mulai bergerak lebih cepat menyelaraskan irama degup jantungnya.

Sisi hati yang mencegah nampaknya bisa melawan sisi hati yang mendorong. Tapi itu tidak lama sebelum akhirnya sisi hati yang mendorong perlahan menghimpun kekuatan. Ya, nampaknya Rin sudah bersiap untuk mengungkapkan isi hatinya kepada Zay. Perlahan ia menarik nafas panjang...

Tiba-tiba ponsel Zay berdering. Suara nada deringnya lumayan keras, memenuhi ruang kantin, mengejutkan Rin yang berada di hadapan Zay. Zay menjawab panggilan telepon itu. Sebuah senyum menggurat di wajahnya.

"Hai Sayangku.. Lagi makan siang nih di kantin kantor. Males banget keluar kantor. Nasi campur plus ayam goreng Bu Tati ini sudah enak sekali buatku. Sekian hari lho aku gak makan nasi, Sayang... Hehe.." kata Zay kepada seseorang di ujung telepon.

Batin Rin tertampar begitu kerasnya. Wajahnya sedikit memerah. Dengan siapa dia bicara kok nada bicaranya begitu mesra. Bukankah dia masih jomblo? Hati Rin pun berkecamuk lagi. Tetapi ia berusaha menahan reaksi apapun terhadap telepon itu dan tetap menikmati makanannya.

Zay menutup teleponnya. Rin berharap bahwa seseorang di ujung telepon bukan siapa-siapa. Ia ingat Zay suka menyapa karyawan wanita dengan kata "Sayang". Bukan bermaksud genit, Zay jauh dari sifat genit pada wanita. Tetapi untuk menunjukkan bahwa ia perhatian pada mereka, menunjukkan keakrabannya dengan mereka. Kalau untuk karyawan pria biasanya ia menyapa dengan kata "Man". Zay memang sosok yang supel.

"Rin, sorry banget nih. Itu tadi Pia, pacarku. Ini nih fotonya," kata Zay seraya menunjukkan foto sang kekasih dari ponselnya kepada Rin. Hati Rin mulai menggelegak. Ia melihat foto itu dengan pandangan datar.

"Dia kerja di Sentral Mas Sektor Dua. Sekarang dia lagi OTW ke sini mau jemput aku, pengin ditemenin beli buku di Gramed. Jadi aku mau cepet-cepet habisin makananku dan langsung ke lobi. Kapan-kapan kita bisa lunch bareng lagi.." lanjut Zay.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun