Rin yang hatinya bagai tersambar petir mengiyakan. Ia harus menjaga sikapnya agar tetap tenang. Ia tersenyum, tetapi senyum agak terpaksa. Zay cepat-cepat menyelesaikan makan siangnya.
Begitu Zay pergi meninggalkan ruang kantin, Rin memejamkan matanya. Ia menangis keras dalam hati, meraung-raung dalam batinnya. Hatinya yang tadi tersambar petir kini tercerai berai. Seharusnya ia sudah tahu bahwa Zay sebenarnya telah memiliki kekasih.
Belakangan ia menyadari bahwa ia tenggelam dalam kegelimangan kerja, membuatnya tidak ada waktu membuka hati. Tetapi mengapa begitu ia hendak mengungkap isi hati, sesuatu terjadi dan begitu jauh dari ekspektasi. Bakal susah pupus dari ingatannya, seumur hidupnya. Â
Rin masih di kantin Bu Tati, tetapi tidak bisa lagi merasakan kelezatan gado-gado Bu Tati. Bahkan jus sirsak yang manis dan segar itu juga tidak mampu menyejukkan kerongkongannya, apalagi menyejukkan hatinya. Â
Rin kembali ke meja kubikelnya dengan langkah gontai, hampir tidak sanggup untuk berjalan. Ia tidak tahu apa yang akan ia lakukan hingga jam kerja usai.