Mohon tunggu...
Fiska Aprilia
Fiska Aprilia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Rena Ini Menakjubkan

26 Maret 2018   18:48 Diperbarui: 26 Maret 2018   18:59 1536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (pixabay)

. Tak pernah habis dilahap zaman mengulas kisah Nyai Dasima, yang selanjutnya dipersunting bangsawan Inggris, namun memilih bersama lelaki pribumi. Kebebasan Nyai Dasima dalam menentukan pilihan hidup, melahirkan tarian Nyai Lenggang, bermakna kisah demikian. Gege pernah berkata, apabila Rena ingin bersahabat dengan seorang penari Nyai Lenggang sepertinya, Rena pun harus tahu sejarah lahirnya tarian itu, agar bila Gege tampil, Rena bukan hanya menikmati, tetapi bersorak paling keras.

***

Perjalanan ke tempat tukang foto melewati jalan perumahan berlapisi kerikil kecil. Di sekeliling mereka diindahkan oleh tanaman bunga Adelium yang menyangkut hampir pada setiap rumah. Tanaman sejenis kaktus yang melahirkan bunga jutaan spesies itu cocok hidup di wilayah industri seperti di kotanya itu, hawa yang ekstrem karena tercampur asap pabrik kertas yang mengepul sepanjang siang membuat mahluk hidup cepat kehausan. Kala itu pun senja sudah hadir, tetapi sama saja, bekas panas siang hari masih menyengat terasa.

Rembulan sudah muncul malu-malu pada kemuning senja, warna dinding perumahan sudah sama semua, berwarna kelabu. Lampu-lampu jalan sudah bersinar angkuh, seakan fungsinya terlalu dibutuhkan mengasupi sinar penglihatan. Burung-burung peliharaan di kotak kayu tak lagi berkicau. Gong-gongan anjing sesekali terdengar dari beberapa rumah.

Tak lama kemudian, hamparan sawah terpampang luas di ujung jalan perumahan itu, segera akan mereka tapaki menuju perjalanan selanjutnya. Di tengah-tengah sawah ada jalanan beraspal yang cukup besar, bisa dilewati mobil, namun sayangnya di ujung persawahan itu tidak bisa dilewati mobil, mengerucut menjadi gang-gang kecil menuju perumahan dengan nama jalan yang sudah berbeda. Jalanan tengah sawah itu adalah jalan alternatif, jalan utamanya merupakan jalan raya depan gerbang masuk perumahan, yang sering dilalui arus kendaraan. Sawah itu merupakan sisa-sisa problematik para petani yang hidup di kota pinggiran Ibu kota, yang sebagian besar sawahnya sudah di garap bakal perumahan baru. Persawahan itu hanyalah sisa-sisanya sebelum tanggal garapan tiba.

Menjelang magrib, sawah tidak menyeramkan, bahkan jalan tengahnya semakin ramai dilalui oleh para insan bersepatu pantofel yang baru pulang dari kantor, para ibu dari perumahan sebelah, dan anak-anak yang baru pulang sekolah. Memang jalan alternatif di daerahnya cukup menguntungkan, untuk menghubungkan ke berbagai tempat secara lebih ekonomis. Jalan setapak pinggir kali yang tadi pagi Rena lewati pun merupakan jalan alternatif, yang menghubungkannya ke pasar memenuhi kebutuhannya.

Kota di pinggiran Ibu kota itu, usianya memang sudah tua, tetapi kenampakan alam masih terasa, seperti pepohonan dan tanaman-tanaman yang sudah jarang ditemukan di perkotaaan, masih bisa dilihat mengelilingi danau perumahan. Hewan-hewan yang ada di buku pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam-nya, seperti kupu-kupu, capung dan ular sawah masih banyak.

  Tempat hiburan, mal-mal, kafe-kafe, dan swalayan, masih berkembang. Ada yang masih dibangun, malah yang berkembang pesat pabrik-pabrik industri. Semoga setelah itu jalan alternatif bisa segera menyusul menjadi anak-anak jalan yang indah dipenuhi penghijauan. Di balik ketampakan kota, ada magnet yang luar biasa yang menjadikan kota itu istimewa, sampai saudara Rena yang berkunjung ke rumahnya betah. Ada magnet "keharmonisan" yang tercermin di kota itu. Keharmonisan dari keluarga kecil yang sebagian besar menduduki kota. Menempati perumahan dengan ukuran tipe rumah yang sebagian besar sama, tipe 21. Mereka sebagian besar bernasib sama pula, tergolong keluarga muda, kisaran umur 40 tahunan yang ingin mandiri, seperti Ayah Rena yang memboyong Ibu dan dia ke sana, mencoba lepas dari nenek, dan membangun keluarga mereka sendiri.

Keluarga-keluarga muda harmonis itu mudah ditemukan, terkadang sedang makan bersama di tempat makan pinggir jalan, sang Bapak masih berpakaian kantor memangku anaknya sambil bersenda gurau, atau bisa ditemukan di tempat pemancingan umum, memanfaatkan lahan danau secara gratis, duduk beralaskan daun paya, atau saat hari Minggu pagi, para keluarga muda biasa berlari pagi mengitari perumahan bersama. Kota ini seakan-akan berbinar dengan "kehormonisannya."

Di sepanjang jalan melewati hamparan sawah, Rena dan Gege saling unjuk kebolehan, Gege meliuk-liukan tangannya dibawah sinar mentari yang mulai redup, sementara Rena lincah bak berlagak memerankan Cinderella. Mereka seperti sedang bermain-main, tetapi cukup jeli. Jika akting Rena terlalu lebay Gege akan bawel kasih masukan terhadapnya tanpa segan, jangan sampai seperti akting artis reality show tipu-menipu setiap sore itu, Gege muak melihatnya. Begitupula dengan Rena, jika tarian Gege dirasa dibawah standar tinggi penilaiannya, dengan membandingkan penampilan Gege sebelumnya, Rena akan menegur agar tak lupa Gege melatih teknik tariannya lagi. Barangkali, selain permainan kelereng dan tali-temali yang sudah hampir punah, bisa juga bermain saut-menyaut kebolehan, agar tak melulu harus gadget.

Lucunya, bakat yang mereka sadari sudah mereka stempel menjadi cita-cita mereka yang tidak pernah berubah, terlihat dari setiap kali guru baru di semester baru bertanya secara personal, tapi kalau di depan kelas mereka memilih untuk menjawab profesi yang tak kalah unggul, namun lebih umum jadi favorit teman-teman sekelas mereka, kalau tidak guru, ya, dokter.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun