Mohon tunggu...
Fiska Aprilia
Fiska Aprilia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Rena Ini Menakjubkan

26 Maret 2018   18:48 Diperbarui: 26 Maret 2018   18:59 1536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (pixabay)

"Ibu sudah bikinin kamu sarapan"

"Tapi ini untuk bekal sekolah sampai sore Bu"

"Kamu masih mau ikut kontes itu?"

"Iya, Bu"

"Rena, kenapa kamu keras kepala sekali? Dengerin Ibu ya, jadi artis itu, cantiknya    enggak biasa, di atas standar, yang keturunan Indo-Blasteran, orang yang cantiknya standar seperti kita itu jarang dipilih, susah buat seleksinya." Rena hanya terdiam.

             "Kamu keras kepala sekali Rena."

Hati gelisah yang sejak pagi menyapanya, kini menjelma hancur, Ibu menebasnya lagi, kali ini, untuk kesekian kalinya.

Rena, enggak minta apa-apa, semuanya telah ia persiapkan sedemikan baik, dari  harus bangun subuh-subuh sekali menahan mata yang layu terhasut dingin embun pagi, untuk mempersiapkan detil sekolah : buku sekolah, topi, dasi, baju sekolah, rok sekolah, agar bisa membagi waktu ke pasar, membeli persediaan bahan masakan selama seminggu, untuk diolah jadi bekal sekolah biar irit dan bisa menabung, pun Rena pandai mengatur uang sebulan penuh, hasil tabungannya ia bagi untuk kebutuhan kontes, dan sebagian lagi untuk perjalanan menuju Jakarta, tempat kontes itu berlangsung. Tak jarang, kala istirahat tiba, ia harus menahan lidah, yang ingin dimanjakan bakso depan sekolah, yang diserbu para siswa karena kelezatannya seantero jagat, karena tetap ingin menabung. Rena hanya butuh dukungan ibu, itu saja, tetapi ketika semangatnya sedang menggebu-gebu menggapai cita, Ibu malah menebasnya lagi, kali ini, untuk kesekian kalinya. Kini ia seperti serbuk ampas kayu yang diserut, segala yang ia bayangkan soal dirinya dilihat penonton di channelteve ketika berakting menjadi karakter apa saja, seperti berjarak. Ia merasa dirinya tak berharga.

Rena tertegun.

Andai Ibu tahu, dukungan Ibu adalah energi bersuhu dingin tak terkalahkan sekalipun diadu oleh hamparan kebun teh Puncak, penyejuk hati paling ampuh, tetapi energi itu baru Ibu hantarkan hanya di waktu-waktu tertentu saja, misalnya pada saat Rena selesai menampilkan pertunjukan teater di sekolahnya, senyum Ibu sumringah diantara para ibu lainnya, bukan kala Rena kehausan dukungan saat latihan teater sebelum hari pertunjukan itu berlangsung, padahal dukungan Ibu sangat membantu mengurangi lambat dalam menghafal dialog Cinderella. Peran dambaannya dari dulu, yang ia dapakan dalam pertunjukan itu. Ibu ragu-ragu memercayainya dan apa yang ia lakukan. Lalu bertanya berhari-hari untuk melengkapi keperluan pertunjukan itu jangan sampai uang yang sudah dikeluarkan untuk keperluan teater sia-sia. Akhirnya perlengkapan dari ujung rambut sampai ujung kaki Rena saja yang beli.

Mengulas kembali sebelum hari pertunjukan teater di sekolah terselenggara, Ibu sempat menebasnya, menyuruhnya berhenti ikut kegiatan itu, karena menggunakan hari Minggu, lebih baik Rena di rumah saja istirahat, itu lebih efektif. Lagipula mereka jadi susah bepergian kemana-mana kalau hari Minggu dipakai juga untuk kegiatan sekolah, padahal disisi lain, Rena sudah setengah jalan mempersiapkannya dengan istimewa.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun