Mohon tunggu...
Fiska Aprilia
Fiska Aprilia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Rena Ini Menakjubkan

26 Maret 2018   18:48 Diperbarui: 26 Maret 2018   18:59 1536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (pixabay)

***

Rena mencoba menghibur hatinya yang seperti roller coaster menunggu pengumuman, ia memutuskan berkeliling sejenak mengitari mal. Sudah sejak menginjak mal pertama kali ia kepingin melihat-lihat seisinya, tapi malas duluan karena adrenalin lomba, ditambah takut tempatnya asing, tetapi, semakin lama di sini, ia merasa nyaman juga. Siapa yang akhirnya tak penasaran melihat mal yang punya fasilitas hiburan lengkap begini?

Langkah kaki Rena menjauhi titik ia berpijak, akhirnya ia sadar juga setelah berjam-jam  memperhatikan orang yang berlalu lalang dengan bodoh. Ia baru berasa ide muter-muter mal setelah sekian jam terbuang, ternyata melamun panjang bisa melupakan detil dalam mengamati sesuatu. Ia beranikan diri naik eskalator yang memuncak menggapai kios-kios berderet yang sudah terlihat tiangnya. Ia bisa lihat Ibu dari eskalator sedang duduk sambil makan cemilan mini market. Kini ia sudah berdiri di lantai 1 dari mal, ia mendapati kios-kios pakaian. Diskonnya ampuh membuat Ibu merayu Ayah, sampai setengah persen harganya. Apa diam-diam Ibu sudah membelinya? Ia kembali melangkahkan kaki memutar ke arah kiri untuk menaiki eskalator selanjutnya hingga ke lantai 4.

Ia berjalan menelusuri lantai itu bergairah. Di lantai itu diisi kafe dan restoran, yang dijadikan dapur setia para insan berdasi untuk menyeruput secangkir kopi robusta seperti milik Ayahnya, dengan ruang keluarganya gedung-gedung pencakar langit, kantor mereka sendiri. Letak mal itu disekelilingi perkantoran.

Bangku kafe disulap berwarna-warni mengundang senyum-senyum bertebaran dengan entengnya. Para pengunjungnya terlihat nyaman berbincang-bincang membelakangi kubu lain. Diantaranya ada yang sedang mengetik di laptop, ada yang berdiskusi, dan ada pula yang sendirian bersantai-santai  Pandangan mereka sejuk, melihat tanaman hias kafe, tersusun manis menyeimbangi lantai yang keemasan. Para pelayanan yang mengantarkan kopi, yang mereka tuangkan pada gelas-gelas kecil menggebukan asap air hangat. Sebagian dari mereka seperti tidak sadar. Entah kenapa Rena menangkap, padahal mereka berdialog penuh percaya diri.

Rena kemudian berlari melewati jembatan penghubung bangunan yang satu dengan yang lain mal, ternyata Rena belum menemukan ujungnya. Jembatan penghubung antar bangunan itu sisi-sisinya terbuat dari kaca bening, bahkan lantainya juga dari kaca menyeramkan. Rena leluasa melihat seluruh bagian mal. Ada air mancur yang selalu jadi perhatian banyak orang pas masuk dari pintu utama mal. Ternyata bila dilihat detil, kolom ikan tempat jatuhnya air mancur dihiasi beberapa patung manusia bersayap, mengucur dalam tekanan rendah, memercikan suaranya renyah, memberi ketenangan bagi para pengunjung yang berjalan tak terarah. Lantai mal tak putih polos saja, ada yang dari batu kali, sampai dari kayu jati, diterangi lampu-lampu neon.

Ternyata, presenter sudah bersiap-siap memulai pengumuman pemenang lomba, Rena mendengar dari mikrofon. Ia pun lari ke arah panggung. Ia menjelma seekor burung dara. Apalagi yang lebih indah di detik-detik dirinya kembali melapangkan dada?

***

"Nomor urut selanjutnya dua ratus dua puluh lima, Rena Cantike Nirwana"

Suara itu nyata menggema dikupingnya.

"YEAHHHHHHH."  suaranya tergentak.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun