Aksi massa yang awalnya di gelar di depan Gedung DPR Senayan pada tanggal 25 Agustus lalu makin berkembang tak terkendali sampai hari ini 30 Agustus 2025.
Jujur, saya malas untuk membahas Demo di DPR dari sisi politik karena saya bukan seorang pengamat politik. Saya hanya seorang pensiunan buruh pabrik yang merasa senang ketika aksi unjuk rasa buruh pada 28 Agustus lalu berjalan damai.
Saya paham betul jika buruh akan mengadakan unjuk rasa dimanapun selalu dikoordinasi dengan baik. Dari mulai agenda aksi, transportasi, akomodasi, jam berangkat dan pulang sampai adanya petugas koordinator di setiap grup buruh.
Yang patut disayangkan dalam aksi massa beberapa hari ini adalah aksi anarkis yang dilakukan oleh oknum-oknum massa. Misalnya perusakan mobil-mobil yang parkir, pembakaran tujuh halte Transjakarta sampai pembakaran gedung DPRD di beberapa daerah.
Itu namanya bukan unjuk rasa tapi sudah dapat disebut sebagai kerusuhan massa!
Memang patut dimaklumi bahwa kerusuhan tersebut membesar setelah adanya insiden kecelakaan Pengemudi Ojol yang terlindas kendaraan taktis (Rantis) milik Brimob. Â
Kenapa saya sebut ini sebagai insiden kecelakaan, bukan kesengajaan atau tindakan pembunuhan seperti yang beredar di media sosial?
Mari sedikit saya bahas dari sisi pandangan seorang mantan driver taxi online.
Jika dianalisa dari video yang beredar, terlihat jelas bahwa Rantis Brimob tersebut dikemudikan secara ugal-ugalan sebab dalam kondisi malam hari yang hanya diterangi lampu jalan, ramai orang dan suasana chaos, Rantis dikemudikan dengan kecepatan tinggi.
Kita memahami bahwa tindakan itu dilakukan untuk membubarkan massa. Tapi mengadu kendaraan lapis baja dengan manusia, itu adalah tindakan yang salah.
Setiap insiden kecelakaan, tentunya ada pihak yang bertanggung jawab. Dalam hal ini, tidak lain dan tidak bukan adalah Pengemudi Rantis tersebut. Karena, dari tampilan video, tidak ada kendaraan lain yang mengganggu Rantis tersebut ketika kecelakaan terjadi.