Penulis : Fiqih Akhdiyatu Salam, M.I.Kom
Sebelum membahas topik utama tulisan ini, saya ingin memberikan penghargaan yang tinggi kepada penyelenggara yang memilih tema literasi, khususnya mengenai membaca buku. Di era sekarang, kebiasaan membaca sangatlah penting. Kita memerlukan orang-orang yang tidak hanya melek teknologi, tetapi juga memiliki kebiasaan baik seperti membaca buku. Sayangnya, minat baca masih belum menjadi budaya yang kuat di masyarakat kita. Tanpa upaya bersama melalui sosialisasi, pendidikan, dan kegiatan seperti acara ini, terasa sulit untuk meningkatkan kebiasaan membaca di kalangan masyarakat.
Yang sering menyedihkan adalah, banyak individu yang basically suka membaca, tetapi jarang memberikan contoh atau mengajak orang lain untuk menumbuhkan minat ini. Sebenarnya, jika bukan kita, siapa lagi?
Saat ini, membaca buku sudah menjadi aktivitas yang cukup langka. Terlebih lagi, dengan banjir informasi dari media sosial dan konten digital yang terus datang tanpa henti. Saya pernah melihat data dari UNESCO pada tahun 2022 yang menyatakan bahwa indeks minat baca di Indonesia hanya mencapai 0,001%. Bayangkan saja, dari setiap 1. 000 orang, hanya satu yang mempunyai kebiasaan membaca. Jujur saja, angka tersebut membuat saya terkejut. Tidak mengherankan jika kondisi ini dianggap memprihatinkan.
Sebagai seseorang yang mencintai buku, saya sering kali mengalami situasi lucu. Contohnya, ketika saya membaca di tempat umum, banyak yang menduga saya sedang bersiap untuk ujian. Komentar seperti, "Lho, besok ujian ya? " atau "Masih kuliah? Bukannya sudah lulus?" sudah sering saya dengar. Dalam hati saya hanya bisa berpikir, "Apakah membaca buku hanya untuk persiapan ujian? "
Membaca adalah hal yang sama pentingnya dengan kegiatan rutinitas kita, seperti beribadah. Tidakkah membaca seharusnya menjadi kebutuhan juga?
Secara pribadi, saya tidak hanya membaca di rumah atau di perpustakaan. Kadang-kadang saya membawa buku saat berada di taman, naik bus, bahkan dalam perjalanan dengan kereta listrik (KRL) pun saya meluangkan waktu untuk membaca. Namun, reaksi orang-orang di sekitar tetap serupa, mereka terlihat heran. Seolah-olah yang diperbolehkan membaca buku hanyalah mahasiswa, dosen, atau pelajar. Sebenarnya, tidak ada aturan yang membatasi siapa pun dari menikmati bacaan.
Jika kita membandingkan dengan negara lain seperti Jepang atau Tiongkok, suasananya sangat berbeda. Di sana, orang membaca buku di kereta merupakan hal yang biasa. Justru yang aneh ialah jika kita hanya duduk tanpa melakukan apa-apa atau bermain-main dengan hal lainnya. Di sini, justru terbalik. Membuka buku dianggap aneh, sementara menggulir media sosial selama berjam-jam dianggap normal. Ironis, bukan?
Namun, saya juga tidak ingin mengeneralisasi. Tidak semua individu yang memegang ponsel di kereta pasti hanya menggulir video yang tidak berguna. Mungkin saja mereka sedang membaca e-book, artikel, atau berita terbaru. Tapi tetap, kesannya aktivitas membaca buku fisik menjadi sesuatu yang aneh.
Sekarang, mari kita masuk ke dalam pembahasan opini pribadi tentang mengapa rendahnya minat baca kita. Mungkin jawabannya ada pada sejarah dan budaya.